Pemerintah akan membayar tunggakan utang kepada perusahaan pelat merah sebesar Rp108,4 triliun. Rencananya, pencairan tersebut diberikan kepada BUMN yang memiliki tanggung jawab pelayanan publik.
"Pencairan utang ini memang sudah direncanakan sejak 2017," kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (9/6).
Erick merinci, pencairan utang diberikan kepada PT PLN (Persero) sebesar Rp48,6 triliun, lalu BUMN Karya Rp12,16 triliun, PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp300 miliar, Kimia Farma Rp1 triliun, Perum Bulog Rp560 miliar, Pertamina Rp40 triliun, dan Pupuk Indonesia Rp6 triliun.
Erick menjelaskan untuk pencairan utang PLN, Pertamina, dan Pupuk Indonesia, merupakan subsidi jatuh tempo dari pemerintah yang belum terbayarkan. Subsidi ini diberikan pemerintah atas penugasan orientasi publik ke tiga BUMN tersebut.
Sementara untuk BUMN Karya, terkait dengan utang Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) atas pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Sebab, jalan tol tercatat sudah selesai dan telah digunakan, tetapi dana dari LMAN belum cair.
"Jalan tolnya sudah dipakai, tapi dari LMAN-nya belum cair," ujar Erick.
Kemudian untuk utang ke Kimia Farma, pemerintah tercatat memiliki piutang dari BPJS Kesehatan sebesar Rp1 triliun. Apabila utang ini tak dibayarkan oleh BPJS, Erick khawatir arus kas Kimia Farma akan terganggu.
Apalagi, lanjutnya, saat ini Kimia Farma mendapatkan penugasan untuk memproduksi obat untuk Covid-19. Sehingga, pembayaran utang dari BPJS tersebut sangat diperlukan agar Kimia Farma bisa tetap berproduksi.
Sementara, utang pemerintah kepada KAI dan Perum Bulog merupakan bentuk pelunasan tagihan kompensasi pemerintah atas penugasan public service oriented (PSO).
Dana untuk pencairan utang tersebut merupakan bagian dari anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari pemerintah ke BUMN.