close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Logo SKK Migas, lembaga ad hoc pengganti BP Migas. Dokumentasi SKK Migas
icon caption
Logo SKK Migas, lembaga ad hoc pengganti BP Migas. Dokumentasi SKK Migas
Bisnis
Jumat, 17 Desember 2021 15:56

Pemerintah diminta aktif dan serius revisi RUU Migas

"Sebab kekosongan hukum ini bisa jadi salah satu alasan banyaknya investor migas kakap yang hengkang dari Indonesia."
swipe

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Mulyanto, meminta pemerintah aktif dan serius revisi Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas). Baginya, ini penting dilakukan agar ada kepastian hukum bagi pelaku usaha.

Menurut, terjadi kekosongan hukum akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal-pasal terkait Badan Pelaksana (BP) Migas dalam UU Nomor 22 Tahun 2001. Pemerintah dinilai harus membentuk tim untuk menindaklanjuti revisi UU Migas setelah putusan tersebut terbit.

"Sayangnya sampai hari ini, sudah hampir lewat 10 tahun, pemerintah adem-adem saja. Semestinya pemerintah lebih serius dan proaktif menyelesaikan masalah regulasi ini sebab kekosongan hukum ini bisa jadi salah satu alasan banyaknya investor migas kakap yang hengkang dari Indonesia," katanya dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (17/12).  

Mulyanto menjelaskan, Komisi VII bersama Badan Keahlian DPR saat ini tengah merampungkan draf RUU perubahan UU Migas. Sekalipun tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, dirinya sesumbar, RUU Migas dapat masuk ke dalam daftar pembahasan melalui mekanisme pembahasan RUU secara kumulatif terbuka.  

Kumulatif terbuka adalah daftar RUU dalam prolegnas seperti yang dapat diajukan pembahasannya kapan saja oleh pemerintah ataupun DPR. Pengesahan perjanjian internasional tertentu dan akibat putusan MK, misalnya.

"Kesepakatan di Baleg, satu komisi hanya boleh mengusung satu RUU dalam tahun berjalan," jelasnya. "arena Komisi VII telah mengusulkan RUU EBT [Energi Baru Terbarukan] pada prioritas tahun 2021, maka RUU Migas ini menjadi prioritas selanjutnya yang perlu dibahas melalui jalur kumulatif terbuka."

Mulyanto menambahkan, RUU Migas menjadi penting untuk segera dibahas. Dalihnya, Indonesia membutuhkan lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan hulu migas yang permanen dan sah sehingga memiliki legitimasi di mata hukum melalui UU.

Sejak putusan MK yang membatalkan BP Migas, terang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pemerintah membentuk Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas sebagai lembaga yang bersifat sementara di bawah Kementerian ESDM. Di sisi lain, investor sektor migas dinilainya tengah lesu bahkan hengkang dari Indonesia, seperti yang dilakukan Shell dan Chevron.

"Jadi penting untuk dibahas revisi undang-undang ini. Ini terkait kepastian hukum, untuk menguatkan SKK Migas yang ada sekarang. Untuk itu, pemerintah harus proaktif," tegasnya.

MK pada 13 November 2012 membatalkan 18 ketentuan tentang kedudukan, fungsi, dan tugas BP Migas melalui Putusan Nomor 36/PUU.X/2012. MK berpendapat, BP Migas bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibubarkan.

Menyusul putusan ini, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pembentukan Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang kemudian menjadi dasar penggantian peran BP Migas.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan