Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta meminta pemerintah meringankan aturan pembatasan sosial bagi hotel dan restoran. PHRI mencatat, hotel dan restoran menjadi sub-sektor yang paling terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Ketua BPD PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono meminta, agar pemerintah bisa memperlunak aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk hotel dan restoran. Dia berpendapat, selama ini hotel dan restoran jauh lebih disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan (prokes).
"Peraturan PSBB bagi hotel dan restoran mesti diperlunak, seperti misalnya jam kerja dan prosedur operasi. Karena hotel dan restoran bukan klaster penularan dan kami jauh lebih disiplin dalam melaksanakan prokes," kata Sutrisno, Minggu (17/1).
Sutrisno juga meminta agar kewajiban tes swab atau antigen bisa diringankan. Menurutnya, dengan ketentuan selama ini yang mewajibkan pelaku di industri hotel dan restoran melakukan swab setiap 14 hari sekali, cukup memberatkan.
Dia pun berharap, pemerintah bisa membantu hal ini dengan memberikan subsidi biaya tes atau dibebankan ke pemerintah sekalian.
Selain dari prokes, PHRI DKI Jakarta juga meminta agar pemerintah membuat aturan yang membatasi pihak asing untuk membuat hotel skala kecil.
"Saat ini asing boleh investasi di atas Rp10 miliar. Padahal hotel, restoran kecil, mesti bertahan. Kami sudah menyampaikan hal ini ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tapi BKPM sangat alot mengenai investasi ini," ujar dia.
Dia melanjutkan, pihaknya juga meminta pemerintah membantu meringankan beban-beban ekonomi dan beban biaya yang dapat menyebabkan industri kolaps.
"Keringanan seperti pajak-pajak PB1, Pajak Korporasi, PBB, Pajak reklame, Pajak Air Tanah, Biaya listrik, pungutan tenaga kerja dan pungutan-pungutan lain. Perpajakan untuk hotel dan restoran atau warung kecil mesti dilonggarkan," tuturnya.