close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal di Pelabuhan Indah Kiat, di Merak, Cilegon, Banten, Selasa (10/7/2018).AntaraFoto/dokumentasi
icon caption
Sejumlah pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal di Pelabuhan Indah Kiat, di Merak, Cilegon, Banten, Selasa (10/7/2018).AntaraFoto/dokumentasi
Bisnis
Rabu, 29 Maret 2023 12:52

Pemerintah diminta tunggu data BPS sebelum realisasikan impor beras

Andreas juga mengungkapkan kalau stok awal 2023 menurut data BPS yang ia sampaikan ada 4 juta ton beras.
swipe

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa, meminta agar pemerintah sebaiknya mencabut terlebih dahulu keputusan impor beras saat ini. Selain bersamaan dengan momen panen raya di sejumlah wilayah Indonesia, sebaiknya pemerintah juga menunggu hasil rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) di Agustus 2023.

"Tunggu sampai Agustus, karena BPS akan mengeluarkan data yang relatif bisa kita gunakan sebagai pijakan untuk memutuskan impor atau tidak. Karena data di Agustus, BPS sudah memperkirakan produksi untuk 2023 seperti apa," ujar Andreas saat dihubungi Alinea.id, Rabu (29/3).

Andreas menyampaikan, meski total luas panen periode Januari-April 2023 dibandingkan 2022 diperkirakan ada peningkatan 2,13% dan produksi dalam gabah kering giling (GKG) juga diperkirakan meningkat 0,53%, namun kemungkinan juga realisasi nantinya lebih rendah sedikit.

"Kemungkinan sedikit lebih rendah. Tetapi paling tidak, its ok lah dianggap sama saja dengan tahun lalu. Jadi sebenarnya kalau dari sisi stok sih nggak ada masalah," tutur dia.

Selain itu, Andreas juga mengungkapkan kalau stok awal 2023 menurut data BPS yang ia sampaikan ada 4 juta ton beras. Kemudian akan ada tambahan periode Januari-April 2023 sebesar 13,79 juta ton, maka menurutnya akan ada 5,3 juta ton untuk konsumsi tingkat nasional.

"Padahal kalau dari sisi stok dan produksi nasional, kita itu masih mencukupi. Stok beras Januari-April itu kira-kira mencapai 17,8 juta ton, itu masih jauh berlebihan dengan angka konsumsi," kata Andreas.

Dia juga memperkirakan akan adanya potensi penurunan produksi di 2023 sekitar 5%. Namun sebaiknya, saat ini harga gabah cukup membuat petani bergairah untuk tanam padi. Berbeda dengan penurunan produksi selama empat tahun ke belakang, karena minat petani untuk menanam padi terus menurun karena rugi.

"Dari data BPS 2021-2022, nilai tukar petani (NTP) itu rata-rata 98 sekian. Artinya, tanam padi itu rugi selama dua tahun. Ya karena rugi, akhirnya petani makin malas tanam padi. Barulah mulai Oktober 2022 NTP mulai 100 dan kemudian di atas 100," ucap dia.
 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan