close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Massa dari Kelompok Perempuan Korban Lapindo membentangkan foto rumah yang terendam lumpur saat melakukan aksi peringatan 13 tahun semburan lumpur Lapindo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/5). Foto Antara.
icon caption
Massa dari Kelompok Perempuan Korban Lapindo membentangkan foto rumah yang terendam lumpur saat melakukan aksi peringatan 13 tahun semburan lumpur Lapindo di depan Kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (29/5). Foto Antara.
Bisnis
Jumat, 04 Desember 2020 14:08

Pemerintah hitung aset Lapindo untuk lunasi utang Rp1,91 triliun

Aset yang ditawarkan adalah milik PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.
swipe

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan saat ini utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya kepada pemerintah mencapai Rp1,91 triliun.

Jumlah utang tersebut berdasarkan pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2019. Adapun, rincian pokok utangnya mencapai Rp773,38 miliar, bunga Rp163,95 miliar, dan denda Rp981,42 miliar. 

Isa menjelaskan, utang tersebut nantinya akan dilunasi dengan penyerahan sejumlah aset milik PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.

“Kami coba jajaki itu. Kami akan melihat aset mana, karena yang jelas kan aset di wilayah yang terdampak itu yang mereka tawarkan pertama,” katanya dalam video conference, Jumat (4/12).

Dia mengungkapkan, Kementerian Keuangan bersama dengan pihak terkait akan menghitung nilai aset yang dimiliki oleh PT Lapindo, termasuk besaran valuasi aset yang mereka miliki.

“Itu akan kami lihat. Kami akan (hitung) valuasi, kalau memang nilainya ada dan cukup, ya tidak masalah akan kami ambil juga,” ujarnya.

Menurutnya, penyelesaian utang Lapindo dengan menyerahkan aset yang dimilikinya merupakan salah satu opsi yang diberikan pemerintah selain pembayaran tunai. Tujuannya agar proses utang-piutang segera diselesaikan.

"Pembayaran tunai itu tetap menjadi opsi utama bagi kami, tapi kami sekarang mulai melihat opsi lain yang mungkin bisa mereka pakai untuk melunasi kewajiban itu,” ucapnya.

Namun dia menegaskan, dalam proses tersebut pemerintah tetap berkonsultasi dengan Kejaksaan Agung dan BPK, sebab kebijakan tersebut merupakan opsi internal Kemenkeu.

"Kami ada kemajuan internal di lingkungan pemerintah, tapi karena internal maka kami konsultasi dengan Kejaksaan Agung dan BPK. Nanti kalau sudah ada kesimpulan, kami mulai mengambil action,” tuturnya.

 

 

 

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan