Perlindungan konsumen selalu menjadi perhatian pemerintah, apalagi di era ekonomi digital seperti ini. Oleh karena itu,digitalisasi bidang ekonomi menyongsong era revolusi Industri 4.0 perlu disikapi dengan cerdas. Agar tidak merugikan konsumen maupun pelaku usaha melalui transformasi instrumen perlindungan konsumen ke dalam cara yang lebih kekinian.
Plt Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Srie Agustina, mengatakan tren pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, mengalami perubahan drastis sejak dikenalnya revolusi industri 4.0. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 93,4 juta pengguna internet dan sekitar 71 juta pengguna telepon pintar yang menjadikan internet. "Tentunya transaksi dalam jaringan/daring (online), sebagai bagian dari gaya hidup yang tercermin melalui perilaku dalam berbelanja," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/4).
Kemudahan transaksi daring akan menguntungkan konsumen karena dapat diakses hingga lintas negara. Sehingga pilihan konsumen terhadap produk menjadi semakin bervariasi. Di sisi lain, terjadi perluasan ketidakseimbangan (asimetri) informasi antara konsumen dan produsen yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi konsumen.
Karenanya, pemerintah perlu melindungi hak konsumen agar konsumen tetap merasa aman dan diuntungkan dalam bertransaksi secara elektronik. Selain itu, pemerintah tetap mewajibkan mengutamakan penggunaan produk buatan anak negeri.
Sebagai salah satu instansi yang diamanatkan untuk menyelenggarakan perlindungan konsumen, Kemendag melalui Ditjen PKTN telah melakukan berbagai upaya perlindungan konsumen melalui pemberdayaan konsumen.
Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan konsumen cerdas yang bisa diukur dari Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Indeks ini merupakan perspektif kesadaran, pemahaman, dan kemampuan konsumen yang diukur melalui tiga tahap keputusan pembelian, yaitu sebelum, pada saat, dan sesudah pembelian.
Karakteristik konsumen Indonesia saat ini masih berorientasi pada produk murah dan produk impor serta belum sepenuhnya berani meminta haknya sebagai konsumen. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai IKK yang baru mencapai 33,70 pada tahun 2017 dari skala 100.
Upaya untuk meningkatkan perlindungan konsumen dilakukan Pemerintah secara preventif dan represif. Upaya preventif dimaksudkan agar konsumen mendapatkan informasi yang lengkap terkait perlindungan konsumen sehingga dapat mengetahui hak dan kewajibannya sebelum memutuskan membeli barang/jasa.
Sementara itu, upaya represif juga diperlukan agar pelaku usaha lebih bertanggung jawab dalam memproduksi, mengimpor, maupun memperdagangkan barang dan jasa, serta menjalankan usahanya dengan memperhatikan kepentingan konsumen.