Pemerintah sedang mengkaji untuk menurunkan tarif pungutan ekspor pada produk minyak goreng. Hal itu dilakukan untuk mendorong penguatan ekspor industri sektor pertanian dan kehutanan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pihaknya akan meminta Kementerian Keuangan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit untuk bisa menurunkan tarif pungutan ekspor bagi produk minyak goreng.
Pasalnya, kata Airlangga, minyak goreng dihasilkan dari produk hilir, dimana ada produk turunnan lainnya yang berasal dari kelapa sawit.
"Jadi kalau ita bicara yang dikenakan uran BPDP proses pertama, CPO (Crude Palm Oil), proses hilir itu ada minyak goreng dan dan produk turunan lain. Sewajarnya itu diangkat agar ekspornya meningkat," jelas Airlangga, di Kemenko Perkonomian, Jum'at (13/7).
Selain minyak goreng, Kementerian Perindustrian juga mengusulkan penurunan tarif pungutan ekspor sawit atas cangkang sawit. Namun demikian, kata dia pemerintah masih akan melakukan rapat lagi, guna membahas secara detail berapa sebaikanya iruan ini harus dipatok.
Sesuai dengan PMK Nomor 30 Tahun 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan tarif ekspor cangkang sawit mencapai US$10 per metrik ton.
Tarif tersebut naik jika dibandingkan dengan periode 1 Maret 2016 sampai dengan 1 Maret 2017 yang hanya US$3 per metrik ton dan 1 Maret 2017 sampai dengan 28 Februari 2018 yang hanya US$5 per metrik ton.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor minyak sawit dan turunannya seperti minyak goreng tercatat US$5,87 miliar atau 9,99% dari total ekspor non migas sebesar US$58,74 miliar.