Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, mengklaim, pemerintah bakal mengubah pendekatannya terkait rencana pembangunan Rempang Eco City di Kepulauan Riau (Kepri). Utamanya kepada ribuan masyarakat adat yang menolak penggusuran karena mempertahankan ruang hidupnya.
"Proses penanganan Rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang soft, yang baik. Dan tetap kita memberikan penghargaan kepada masyarakat yang memang sudah secara turun-temurun berada di sana. Kita harus berkomunikasi dengan baik, sebagaimana layaknyalah," ucapnya dalam keterangannya, Senin (18/9).
"Kita ini, kan, sama-sama orang kampung. Jadi, kita harus bicarakan," imbuh bekas Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu.
Diketahui, ribuan masyarakat adat Pulau Rempang, yang menghuni di 16 Kampung Melayu Tua, menolak pembangunan Rempang Eco City. Sebab, proyek strategis nasional (PSN) yang digarap taipan Tomy Winata melalui anak perusahaan PT Artha Graha, PT Makmur Elok Graha (MEG), itu mengancam ruang hidup yang dihuni sejak 1843.
Konflik pun pecah antara aparat yang hendak melakukan pengukuran lahan dengan masyarakat, Kamis (7/9). Warga menolak upaya tersebut dengan berbaris di depan Jembatan 4 Balerang.
Masyarakat lantas menghujani aparat yang mendekat dan merangsek masuk ke kampung dengan lemparan batu. Polri dkk lalu membalas dengan menyiramkan water cannon dan menembakkan gas air mata ke arah peserta aksi.
Di sisi lain, Bahlil menyampaikan, luas Pulau Rempang mencapai 17.000 ha. Kawasan tersebut bakal direvitalisasi menjadi kawasan integrasi industri, perdagangan, pariwisata, dan hunian.
Politikus Partai Golkar ini berkilah, pengembangan Rempang Eco City untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, sudah ada perusahaan kaca asal China, Xinyi Group, yang tertarik menanamkan modal US$11,5 miliar hingga 2080 di Rempang.
"Kan, ada sekitar 10.000 hektare itu kawasan hutan lindung yang enggak bisa kita apa-apain. Jadi, areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 [hektare] yang bisa dikelola. Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000-2.500 hektare," bebernya.
Kepada sekitar 700 kepala keluarga (KK) terdampak proyek Rempang Eco City tahap I, pemerintah akan membangun hunian di tempat relokasi. Membutuhkan waktu pengerjaan sekitar 6-7 bulan. Selama tahap konstruksi, warga terdampak akan difasilitasi uang tunai dan tempat tinggal sementara.
"Pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per kepala keluarga. Yang kedua, adalah rumah dengan tipe 45, yang nilainya kurang lebih sekitar Rp120 juta. Dan yang ketiga, adalah uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi: per orang sebesar Rp1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp1,2 juta. Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut," urainya.
"Semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai dengan mekanisme dan dasar perhitungannya. Jadi, yakinlah bahwa kita pemerintah juga punya hati," sambungnya.