Pemerintah masih merumuskan rancangan peraturan pemerintah (RPP) mengenai cukai plastik. RPP ini ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.
"Kenaikan tarif tidak hanya dipandang dari satu sisi, harus semua sisi. Termasuk dari sektor industri dan masalah lingkungan. RPP-nya kita harapkan tahun ini selesai," kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto di Gedung BEI, Jakarta, Senin (17/12).
Meski RPP mengenai cukai plastik ditargetkan bisa rampung tahun ini, Nirwala mengatakan belum tahu kapan pungutan cukai ini bisa diterapkan.
"Setelah itu masih butuh aturan pelaksana untuk memperjelas klasifikasi jenis plastik yang dikenakan cukai dan besarannya," imbuhnya.
Sekadar informai, wacana pengenaan tarif cukai untuk produk plastik sebenarnya sudah ada sejak tahun lalu. Bahkan, pemerintah telah menargetkan penerimaan cukai plastik senilai Rp1 triliun pada tahun lalu dan Rp500 miliar pada tahun ini.
"Tapi karena tata laksana apa saja yang dikenai cukai dan bagaimana cara memungut cukainya belum ada, jadi tidak bisa dipungut. Kalau sudah ada, kami menargetkan penerimaan cukai pada tahun depan senilai Rp500 miliar," jelas Nirwala.
Adapun pengenaan cukai pada produk plastik ini didasari pada pasal-pasal yang terdapat di Undang-Undang Cukai. Barang yang konsumsinya harus dikendalikan atau diatribusi peredarannya harus diawasi. Selain itu, barang yang mendatangkan eksternalitas negatif, perlu ada pungutan atas dasar asas keadilan dan keseimbangan.
Dengan demikian, sebenarnya banyak barang yang peredarannya perlu dikenakan cukai. Namun, sejauh ini baru beberapa barang saja yang dikenakan yaitu rokok dan makanan-minuman mengandung etil alkohol (MMEA). jadi, banyak pertimbangan untuk mengenakan cukai pada suatu barang.
"Plastik kresek yang ramah lingkungan, otomatis tarif lebih rendah dari pada tas kresek yang baru. Itu lagi kita bahas semua makanya kita harus duduk bareng, baik Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," pungkasnya.