Pemerintah akan meningkatkan produksi pesawat R80 dari 6 unit menjadi 30 unit per tahun. Untuk itu, pemerintah akan menyiapkan anggaran sebesar Rp1,5 triliun atau sebesar US$112 miliar. Pesawat ini diproduksi oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) dan PT Dirgantara Indonesia (DI).
CEO Pina Center for Private Investment, Eko Putro Adijayanto mengatakan, Pina sebagai lembaga penyalur investasi bersama dengan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) sedang melakukan pembicaraan intensif mengenai model bisnis industri dirgantara tanah air.
"Kita anggarkan sekitar Rp1,5 triliun atau US$112 miliar untuk tingkatkan kapasitas pabrik dari 6 unit per tahun menjadi 30 unit per tahun secara bertahap," katanya di Jakarta, Senin (14/10).
Ia pun mengatakan, pemerintah sedang menyiapkan kebijakan dalam bentuk masterplan industri penerbangan, untuk menciptakan ekosistem industri yang baik. "Pembangunan R80 Harus memiliki master planning dan feasibility studies. Jadi Bappenas memastikan ekosistemnya terbangun dulu. Ekosistem itu hanya bisa terbangun kalau ada kebijakan," ucapnya.
Menurut Eko, masterplan tersebut akan mencakup pembiayaan pembangunan pesawat R80. Selain itu, masterplan nantinya juga akan menjadi usaha untuk menghidupkan lagi PT DI sebagai satu-satunya motor penggerak industri pesawat dalam negeri yang pernah tumbuh.
"Masterplan itu mencakup pembiayaannya. Pembiayaan nggak cuma R80, tapi kita punya PT Dirgantara Indonesia. Nah ini juga kita harus pikirkan bagaimana menghidupkan PT DI ini," jelasnya.
Eko mengatakan saat ini pemerintah telah memfasilitasi PTDI dengan berbagai skema pembiayaan yang sedang dibicarakan dengan beberapa pihak secara intensif. Namun, katanya, pendanaan yang dapat diterima PTDI akan bergantung kepada kemampuan pabrik yang mereka punya untuk melakukan proses produksi.
"Tentunya akan tergantung dari bagaimana mereka ini, kemampuan pabriknya, mengembangkan pesawat. Karena pabriknya ini sendiri kan masih terbatas untuk pengembangan pesawat. Sementara permintaannya dari berbagai dalam dan luar negeri cukup besar," ujarnya.
Lebih jauh, Eko menuturkan, saat ini industri penerbangan dalam negeri belum mempunyai perusahaan penyewaan pesawat atau leasing company sendiri. Sejauh ini, ujarnya, maskapai penerbangan dalam negeri masih menggunakan leasing company yang ada di negara lain.
Dia pun mengatakan, jika Indonesia kembali memiliki pabrik pesawat terbang seperti N250 dan R80, maka wajib untuk memiliki leasing company sendiri.
"Kita ini nggak punya leasing company di bidang aerospace. Jadi Seluruh leasing company kita ada di negara lain, saya enggak bisa sebutkan. Ini menunjukkan industri dirgantara kita belum komplit," tutur Eko.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan, untuk memproduksi R80, pemerintah berencana membangun pabrik di Bandara Kertajati, Jawa Barat.
"Kami memang berencana mau memindahkan tapi belum ada lokasi yang dirasa bagus. salah satu opsi mungkin di Kertajati karena di sana mau dibikin aerocity," ujarnya.