Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang proteksionisme ekonominya, dikhawatirkan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Pemerintah harus mulai mewaspadainya, mengingat kebijakan proteksionisme AS sudah mulai menyentuh produk komoditas lain.
Pengamat Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menjelaskan, dampak jangka pendek sudah langsung terasa terhadap proteksionisme AS.
Sampai penutupan perdagangan sesi pertama, IHSG ditutup di level 'merah' ,yakni turun 1,73% menjadi ke posisi 6.146,19. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (23/2) pagi juga bergerak melemah sebesar sembilan poin menjadi Rp13.772 dibanding posisi sebelumnya Rp13.763 per dollar AS. "Jangka pendek ini buruk pada pasar modal, buruk juga bagi rupiah. Karena sentimennya negatif," ujar Bhima, Jum'at (23/3) saat dihubungi Alinea.id melalui via telepon.
Dari sisi perdagangan, Indonesia akan terganggu dengan adanya perang dagang. Apalagi menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai ekspor pada Februari 2018. Indonesia banyak melakukan ekspor ke AS mulai dari tekstil, garmen, alas kaki, beberapa peralatan elektronik, dan minyak sawit mentah (CPO). Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat per Februari mencapai US$2.830,4 juta (10,91%) "Efeknya sangat besar ke perekonomian di Indonesia," jelas Bhima.
Beberapa barang dari China yang dihambat masuk ke Amerika Serikat dikhawatirkan membanjiri Indonesia, terutama besi dan baja murah. Hal ini dapat berpotensi menambah defisit perdagangan Indonesia.
Sikap Trump yang cenderung unpreditable (susah ditebak), dikhawatirkan akan mengeluarkan regulasi aneka macam kenaikan bea masuk untuk produk-produk lainnya, misalnya produk-produk pertanian.
"Jadi yang dikhawatirkan ini ke depannya. Apa aja nih produk-produk yang kemudian akan dikenakan bea masuk, itu dampak langsungya juga pasti akan terasa. Ini akan berlangsung terus selama Trump masih menjadi Presiden," ujarnya.
Sementara Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang mengalami tekanan, dinilai wajar karena searah dengan bursa saham eksternal.
"Penurunan saham tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di bursa saham luar negeri, jadi tidak perlu khawatir," ujar Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan, Hamdi Hassyarbaini, seperti dilansir Antara, Jumat (23/3).
Industri pasar modal Indonesia masih positif sejalan dengan fundamental ekonomi nasional yang kondusif. Dengan demikian, potensi IHSG berbalik arah cukup terbuka ke depannya.
Ada baiknya, masyarakat khususnya investor mengambil momentum ini untuk melakukan investasi. Apalagi harga saham sedang murah tetapi menawarkan imbal hasil yang bagus ke depannya.
BEI sendiri memiliki panduan peraturan perdagangan yang tercantum dalam surat keputusan Direksi BEI, Nomor Kep-00366/BEI/05-2012 mengenai Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Dalam Kondisi Darurat.
Dalam keputusan itu disebutkan, ketika terjadi kondisi darurat, seperti penurunan IHSG hingga lebih dari 10%, bursa dapat menghentikan pelaksanaan perdagangan efek dengan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) selama 30 menit.
Trading halt dapat dilanjutkan menjadi trading suspend apabila bursa memutuskan pelaksanaan perdagangan tidak mungkin untuk dilanjutkan pada hari bursa yang sama.
Trump menandatangani memorandum presiden yang menyatakan bahwa US akan memberlakukan tarif sebesar US$ 60 miliar terhadap produk-produk asal China. Memorandum presiden ini diberlakukan 60 hari sejak penandatanganan, yaitu setelah list produk China tersebut dipublikasikan.
Memorandum presiden tersebut juga memberikan waktu kepada Department Treasury US untuk memformulasikan aturan batasan investasi kepada perusahaan-perusahaan China yang ingin melakukan akuisisi terhadap perusahaan US yang berteknologi tinggi.
Selain itu, juga berisi perintah terhadap US Trade Representative, Robert Lighthizer, untuk menuntut ijin program teknologi China ke WTO. Hal ini merupakan rangkaian upaya Trump untuk menekan defisit perdagangan US terhadap China sebesar US$ 375 miliar.
China merespon kebijakan perdagangan agresif US dengan mengancam memasukkan US$ 14 miliar ekspor soybean, baja, dan wine US dalam list pemberlakukan tarif yang lebih tinggi.