Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan mempertimbangkan untuk menambah porsi utang luar negeri menggunakan mata uang China yakni yuan atau renminbi.
Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Loto Srinaita Ginting mengatakan, saat ini porsi utang luar negeri Indonesia dalam bentuk yuan masih sangat kecil angkanya, yakni hanya sebesar 0,04% dari keseluruhan pada 2019.
“Jika dibandingkan dengan mata uang lainnya, porsi utang negara didominasi oleh dolar Amerika Serikat, euro, dan yen,” kata Loto ditemui di Jakarta, Kamis (25/7).
Loto mengatakan, ke depannya, rencana menambah utang luar negeri dalam yuan harus mempertimbangkan efisiensi biaya. Pemerintah harus mengkaji lebih dulu, posisi yuan dibandingkan dengan tiga mata uang tadi.
“Kalau kita memang mau efficiency cost, ini bisa jadi perbandingan apakah lebih atau sepadan dengan instrumen yang ada. Kalau dia istilahnya memang kompetitif dia bisa dipertimbangkan,” ujarnya.
Ke depan, katanya, pemerintah akan melihat dulu perkembangan mata uang tersebut dan potensi pasarnya.
Jika ukuran pasarnya semakin besar ditambah dengan permintaan yang semakin tinggi, tentu akan menciptakan kondisi yang stabil (sustain).
“Karena ini pasar baru kan, kita mau kebijakannya gak mungkin cuma pasar ada tapi supply kecil, nanti jadi fragmented pasarnya,” ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, Kemenkeu akan terus mengeksplorasi mengenai penggunaan mata uang yuan tersebut, termasuk juga kaitannya dengan transaksi perdagangan antar negara mata uang lokal atau local currency settlement.
“Saaya tanya temen di Bank Indonesia, ini bagaimana local currency settlement-nya. Seberapa mudah kalau dana itu kita ambil dari sana, seberapa mudah masuk ke Indonesia dan mau dalam currency apa,” tuturnya.
Bank Indonesia mengumumkan utang luar negeri pemerintah pada Mei 2019 tercatat sebesar US$186,3 miliar setara Rp2.608 atau tumbuh 3,9% (yoy).
Kendati tumbuh meningkat, utang luar negeri pemerintah pada Mei 2019 ini menurun dibandingkan dengan posisi April 2019 yang mencapai US$186,7 miliar.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran neto pinjaman senilai US$0,5 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh nonresiden senilai US$1,5 miliar yang dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan perdagangan.
Sementara itu, Utang Luar Negeri Indonesia total pada akhir Mei 2019 tercatat sebesar 386,1 miliar. Terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$189,3 miliar dan utang swasta (termasuk BUMN) sebesar US$196,9 miliar