Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau tujuh hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," kata Direktur Utama BPD Sawit Eddy Abdurahman dalam keterangan tertulis, Jumat (4/12).
Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.
Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
"Kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespons kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan Program B30 untuk mendukung target bauran energi Indonesia sebesar 23% di tahun 2025. Sesuai arahan Menko Perekonomian, program B30 akan tetap dijalankan pada tahun 2021 dengan target penyaluran biodiesel sebesar 9,2 juta kiloliter.
"Program mandatory B30 yang telah dijalankan menciptakan instrumen pasar domestik sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor," ucapnya.
Dengan terjaganya konsumsi biodiesel dalam negeri melalui program mandatory B30, diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga CPO yang akhirnya akan memberikan dampak positif pada harga Tandan Buah Segar di tingkat petani.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi produk kelapa sawit juga terus dilakukan, baik untuk sektor industri dengan mendorong perkembangan industri oleokimia, maupun pada skala kecil di tingkat petani melalui dukungan pembentukan pabrik kelapa sawit mini yang dikelola oleh koperasi/ gabungan kelompok tani.
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat. Upaya ini dilakukan dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hektare lahan per tahun.
Besarnya target luasan lahan yang diremajakan tersebut diikuti dengan kenaikan alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan, yaitu Rp30.000.000/ha atau naik Rp5.000.000/ha dari sebelumnya sebesar Rp25.000.000/ha.
"Peningkatan kesejahteraan petani juga diupayakan dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), melalui pemberian beasiswa bagi anak-anak dan keluarga petani kelapa sawit, serta pelatihan bagi petani dan masyarakat umum," lanjutnya.
Program pengembangan SDM yang diberikan terutama terkait program pengembangan Good Agricultural Practice (GAP) dan penunjang keberlanjutan (sustainability) usaha/industri sawit.