Pemerintah siap uji coba BBM biodiesel 30%
Pemerintah akan melakukan uji jalan (road test) penggunaan bahan bakar minyak (BBM) solar biodiesel 30% atau B30 pada Mei 2019.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM F.X. Sutijastoto mengonfirmasi road test penggunaan solar dengan campuran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) alias Biodiesel 30% (B30).
Mempersiapkan hal tersebut, pemerintah kini tengah mematangkan perhitungan panjang jalan yang nantinya akan dijadikan sebagai lahan uji.
"Untuk B30 kelihatannya sedang proses persetujuan road test-nya. Perkiraannya mungkin sekitar Mei atau Juni gitu," ujarnya di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Sutijastoto belum dapat memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk uji jalan tersebut. Hal ini, menurutnya, akan sangat tergantung dengan panjang jalan yang nantinya disepakati oleh pemerintah.
"Tergantung berapa kilometernya. Ini sedang proses evaluasi, mau berapa kilometer, bagaimana administrasi dari BPDKS (Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit) pun sedang dipersiapkan," katanya.
Rencana uji jalan ini sendiri masih akan dirundingkan kembali. Sedangkan, keputusan pastinya ada di tangan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution.
"Kita sedang persiapkan semuanya, nanti dirapatkan di sini juga. Kita usulkan dulu. Yang penting B20 jalan dulu," ujarnya.
Sementara itu, diketahui sebelumnya bahwa apabila dilihat berdasarkan Roadmap-nya, implementasi B30 direncanakan baru akan terjadi pada 2020 dan road test-nya per 2019. Akan tetapi, mengingat neraca perdagangan RI defisit dan pemakaian biodiesel tersebut mampu meningkatkan ketahanan energi, maka B30 akan dipercepat.
Saat itu Kementerian ESDM menyatakan bahwa rencananya uji coba akan dilakukan dengan jarak tempuh 40.000 kilometer (km) dengan rute Serpong-Tol Jagorawi-Puncak-Cianjur-Padalarang-Cileunyi-Bandung-Lembang-Subang-Cikampek-Pamanukan-Karawang-Cibitung-Serpong.
Bila hasil road test dinyatakan berhasil, selanjutnya pemerintah akan melakukan review dan finalisasi spek SNI biodiesel.
Peremajaan sawit
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) mengupayakan percepatan penyelesaian target peremajaan kebun sawit rakyat (PSR/replanting) seluas 200 hektare (ha) paling lambat akhir 2019 mendatang.
Akan tetapi, Kementan mengakui realisasi pemerintah terbilang lambat. Sejauh ini, Kementan baru menerbitkan rekomendasi replanting sawit rakyat seluas 16.000 ha atau sekitar 8% dari total target tersebut.
"Tadi kita menekankan percepatan replanting tahun ini, kan kita punya target 200.000 ha. Realisasinya baru sedikit, rekomendasi yang kita keluarkan pun baru untuk 16.000 ha," ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono usai rapat koordinasi Komite Pengarah BPDP-KS secara terpisah.
Selanjutnya, rekomendasi tersebut akan diberikan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yang akan memproses pencairan dana dari perbankan senilai Rp25 juta/hektare bagi pekebun rakyat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa lambatnya realisasi replanting sawit tersebut terjadi lantaran masalah administratif yang dimiliki setiap pekebun sawit berbeda-beda, termasuk soal legalitas lahan.
Padahal, hal itu menjadi syarat mutlak untuk verifikasi lahan dan memperoleh pendanaan dari perbankan melalui BPDP-KS.
"Jadi yang masalah kecil dulu yang kita selesaikan. Kalau yang masalahnya banyak ya agak sulit ya. Verifikasi ya tergantung kelengkapan dokumennya. Kalau lengkap ya sehari juga selesai," katanya.
Sebelumnya, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengklaim lebih dari 70% lahan perkebunan rakyat saat ini belum memiliki sertifikat. Sebagaimana data Ditjen Perkebunan Tahun 2018, terdapat lebih dari 4 juta ha dari total 5,8 juta ha kebun sawit rakyat di Indonesia yang belum mempunyai legalitas.
Kabar baiknya, menurut Kasdi, saat ini sudah banyak petani sawit yang mengajukan lahannya untuk diremajakan pemerintah. Bahkan, berdasarkan catatannya, surat pengajuan petani sudah melebihi kuota target program PSR tahun ini, meski tak menyebut jumlah pastinya.
Sehingga, dirinya optimistis target 200 ha akan dapat terselesaikan pada 2019 ini.
"Pemerintah tidak akan menurunkan target yang telah ditentukan. Mudah-mudahan target ini bisa tercapai," ucapnya.