Pemerintah mengantisipasi gejolak perekonomian global dengan menetapkan dana cadangan (fiscal buffer) sebesar Rp10 triliun dalam APBN 2020. Jumlah tersebut meningkat 30% dari APBN 2019 senilai Rp7 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan dana tersebut akan digunakan untuk keadaan mendesak. Misalnya, untuk menutup defisit anggaran yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
"Setiap tahun APBN dimungkinkan menghadapi risiko dan kita harus siap menghadapinya,” katanya di Askolani, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (26/9).
Dia menjelaskan, dana cadangan yang disiapkan oleh pemerintah untuk tahun 2020 besarnya naik dari tahun 2019 yang sebesar Rp7 triliun hingga Rp10 triliun.
Meski demikian, lanjutnya, dana cadangan pada tahun 2019 tersebut belum tersentuh sama sekali, meski defisit anggaran pada Agustus tahun ini sudah membengkak hingga Rp199,1 triliun.
"Dana cadangan tersebut tidak akan dihabiskan. Untuk tahun 2019 saja pemerintah belum menggunakan dana itu," ujarnya.
Ia menerangkan, dengan kondisi ketidakpastian ekonomi global dana cadangan tetap dibutuhkan. Apalagi, lanjutnya, sejumlah capaian makro di tahun ini saja jauh dari asumsi awal.
Pertumbuhan ekonomi yang hanya mampu terungkit 5,08% dari target 5,3% dan juga penerimaan pajak yang turun sementara belanja meningkat yang membuat penerimaan negara menjadi terkoreksi dan memperlebar defisit anggaran.
"Untuk itu dibutuhkan penyangga dari fiscal buffer ini jika sewaktu-waktu belanja negara mengalami peningkatan yang signifikan," tuturnya.
Hingga Agustus 2019 pendapatan negara tercatat Rp1.189,3 triliun, sedangkan realisasi belanja hingga Agustus 2019 mencapai Rp1.388,3 triliun.
Kartu prakerja
Sementara itu, dalam usaha untuk mengurangi jumlah pengangguran di tanah air pemerintah mengeluarkan Kartu Prakerja yang dapat diaplikasikan seperti ojek online.
Askolani mengatakan, sistem yang sedang dikembangkan tersebut akan mempertemukan antara para pencari kerja dengan pelatihan yang dibutuhkan.
"Misalkan di bidang montir. Jadi dia akan meng-apply, kemudian kita akan match-kan, dengan sistem IT kita, pelatihan mana saja yang tersedia," katanya dia.
Tidak hanya sampai di situ, ujarnya, Kartu Prakerja bukan hanya sekadar memberikan pelatihan bagi peserta namun juga mencarikan pekerjaan yang cocok dengan keterampilan yang telah dimilikinya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah telah bekerja sama dengan sejumlah dunia usaha untuk mengembangkan pelatihan dan juga posisi yang tersedia di dunia kerja.
"Harapannya orang ini bisa lebih ahli di bidang montir. Kalau misalkan dia sudah punya skill itu, kita juga akan coba mengoneksikan dengan suplainya. Apakah industri bisa menampung lulusan dari (pelatihan tenaga kerja) tadi," jelasnya.
Askolani pun mengungkapkan bahwa nantinya pendaftaran pelatihan akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama pendaftaran secara konvensional untuk 500.000 orang dan yang kedua menggunakan sistem digital untuk 1,5 juta orang.
"Targetnya akan ada dua juta orang dengan skema ini, pelatihan ini adalah akan dalam dua bentuk, yang sifatnya konvensional dan digital," tuturnya.
Sementara itu pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp10 triliun untuk mendukung program Kartu Prakerja tersebut. Sementara untuk dunia usaha yang ikut terlibat dalam pengembangan skill melalui sekolah vokasi dan penyediaan lapangan kerja diberikan insentif super deduction tax.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan dana Kartu Prakerja tersebut akan dibagi-bagikan sebanyak Rp500.000 per orang yang sudah mengikuti pelatihan.