close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pemerintah menyuntik modal Eximbank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun. / Setkab
icon caption
Pemerintah menyuntik modal Eximbank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun. / Setkab
Bisnis
Senin, 08 Juli 2019 19:15

Pemerintah suntik modal Eximbank Rp2,5 triliun

Pemerintah menyuntik modal Eximbank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun.
swipe

Pemerintah menyuntik modal Eximbank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) senilai Rp2,5 triliun. Suntikan modal itu dimaksudkan untuk peningkatan kapasitas usaha dan memperkuat struktur permodalan.

Keterangan Sekretariat Kabinet melalui laman resmi, menyebutkan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur hal itu pada 25 Juni 2019.

Penambahan modal LPEI itu didasarkan pada pertimbangan untuk mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional termasuk Penugasan Khusus.

Atas pertimbangan tersebut, pada 25 Juni 2019, Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal LPEI.

Penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud, menurut PP itu, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019.

“Nilai penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud sebesar Rp2,5 triliun yang terdiri atas: a. Rp1,5 triliun digunakan untuk meningkatkan kapasitas usaha LPEI; dan b. Rp1 triliun digunakan untuk melaksanakan penugasan Khusus Pemerintah kepada LPEI sesuai dengan ketentuan peraturan perundarrg-undangan,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP itu seperti dikutip Senin (8/7).

PP itu mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 26 Juni 2019 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. 

Sementara itu, Presiden Jokowi mendesak para menterinya untuk dapat mempercepat izin usaha bagi industri berorientasi ekspor.

"Berkaitan dengan investasi, mungkin sudah berapa puluh kali kita sampaikan. Investasi yang berkaitan dengan ekspor, berkaitan dengan barang-barang substitusi impor tutup mata berikan izin secepat-cepatnya tapi kejadian di lapangan tidak seperti itu," kata Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna di ruang Garuda, Istana Bogor.

Hadir dalam sidang kabinet paripurna tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri koordinator dan menteri kabinet Indonesia Kerja.

"Dari kementerian kehutanan misalnya masih lama, ini urusan lahan. Ini Pak wapres biar bercerita mengenai petrochemical yang kita perlukan tapi sudah berhenti setahun lebih gara-gara yang berkaitan dengan lahan. Urusan kecil tapi ya ini menghambat," ujar Jokowi.

Ia juga mencontohkan dari hasil kunjungan kerjanya di Manado, Sulawesi Utara pada 4-5 Juli 2019, juga menemukan izin yang terkendala urusan tata ruang.

"Kemarin kita ke Manado, sama. Hotel sudah berbondong-bondong (ingin masuk ke Manado). Kita kurang hotel, hotel sudah berbondong-bondong mau bikin, urusan yang berkaitan dengan tata ruang sebetulnya dari menteri BPN (Badan Pertanahan Nasional) bisa menyelesaikan dengan kesepakatan-kesepakatan yang memang harus itu dilakukan," ungkap Presiden.

Presiden juga minta para menterinya tidak terbelit dengan rutinitas sehingga tidak bisa menyelesaikan tantangan nyata.

"Semua hal seperti ini kalau kita hanya terbelit dengan rutinitas tapi kalau kita tidak berani melihat problem, melihat tantangan-tantangan riil yang kita hadapi ya kita akan sampai kapan pun kita tidak akan bisa mengatasi tantangan yang ada," tambahnya.

Presiden juga meminta para menteri kabinetnya berhati-hati terhadap defisit neraca perdagangan senilai US$2,14 miliar pada Januari-Mei 2019.

"Perlu melihat betul dengan hati-hati angka-angka yang ditampilkan BPS. Ekspor Januari sampai Mei 2019 year on year turun 8,6 (persen) sedangkan impor Januari-Mei juga turun 9,2 (persen). Hati-hati terhadap ini, artinya neraca perdagangan kita Januari-Mei ada defisit US$2,14 miliar," ungkap Presiden.

Apalagi menurut Presiden, angka defisit neraca perdagangan itu banyak berasal dari impor migas.

"Coba dicermati angka-angka ini dari mana? Kenapa impor jadi sangat tinggi? Kalau didetailkan lagi migasnya ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu menteri BUMN yang berkaitan dengan ini, karena rate-nya yang paling banyak ada di situ," tambah Presiden.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, impor migas Januari-Mei 2019 adalah US$9,088 miliar sedangkan ekspor Januari-Mei 2019 adalah US$5,341 miliar. Sedangkan total impor Indonesia Januari-Mei 2019 adalah senilai US$70,6 miliar dan ekspor adalah US$68,46 miliar sehingga mengalami defisit US$2,14 miliar. (Ant)

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan