close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan menanggung 73,63% pembiayaan dari besaran rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan pada 2020. Alinea.id/Nanda Aria
icon caption
Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan menanggung 73,63% pembiayaan dari besaran rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan pada 2020. Alinea.id/Nanda Aria
Bisnis
Senin, 07 Oktober 2019 19:16

Pemerintah tanggung 76,63% kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah menanggung biaya kenaikan iuran BPJS lewat penerima bantuan iuran (PBI) dan institusi pemerintah sebagai pemberi kerja.
swipe

Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan menanggung 73,63% pembiayaan dari besaran rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diterapkan pada 2020.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pembiayaan yang dibayar pemerintah ini melalui penerima bantuan iuran (PBI) dan institusi pemerintah sebagai pemberi kerja.

“Pemerintah sudah berkontribusi pada pembiayaan jaminan kesehatan untuk masyarakatnya baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat maupun daerah,” kata Mardiasmo di Jakarta, Senin (7/10).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjabarkan 73,63% kontribusi pemerintah dalam pembiayaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional adalah dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 96,8 juta jiwa dan PBI daerah sebanyak 37 juta jiwa.

Selain itu, kontribusi pemerintah juga berasal dari pembiayaan iuran dari para aparatur sipil negara yaitu pegawai institusi pemerintah dan TNI-Polri.

Kemungkinan berubah

Sementara itu, Mardiasmo menuturkan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih mungkin mengalami perubahan karena para stakeholder masih melakukan kajian atas usulan yang disampaikan.

"Kita lihat angkanya tergantung pada Keppres-nya dan kenaikan, ini kan belum resmi baru usulan penyesuaian. Kalau nanti keppresnya sudah keluar berapa angka pastinya dari Bapak Presiden apakah jadi sekaligus atau bertahap," kata Mardiasmo.

Mardiasmo menekankan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik lebih tinggi lagi karena dana rencana kenaikan yang disiapkan dalam APBN 2020 sudah ditetapkan sesuai usulan dari Kementerian Keuangan.

Dia juga menjelaskan kemungkinan perubahan besaran iuran bisa lebih rendah, atau diterapkan secara bertahap.

"Lebih rendah mungkin, kalau bertahap juga mungkin. Tapi kalau lebih tinggi nggak mungkin," kata dia.

Lebih lanjut, Mardiasmo menjelaskan usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR RI adalah besaran iuran yang disesuaikan dari usulan kenaikan iuran dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Defisit keuangan

Di sisi lain, Fahmi Idris menyebutkan utang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit hingga Oktober mencapai Rp11 triliun. Utang BPJS Kesehatan ini dikabarkan sudah tertunggak sejak April. 

"Saya mesti cek lagi tapi angkanya pasti membengkak ya (untuk bulan ini)," kata Fahmi.

Namun demikian, dia menjelaskan, skema pembiayaan supply chain financing (SCF) yang digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk menangani pembayaran rumah sakit dengan menggandeng 21 bank masih mampu menekan utang pemerintah.

"Terima kasih teman-teman yang  mengambil skema SCF. Skema ini kan jalan keluar. Jadi kita tidak bicara kesulitan membayar tapi kita bagaimana proses pembayaran kita selesaikan," ujarnya.

Dia pun menuturkan dana bantuan yang siap dipakai dari bank-bank tersebut jumlahnya cukup besar, mendekati Rp20 triliun. Hingga saat ini, baru digunakan oleh sebesar Rp9 triliun.

"Itu utilisasi nya masih Rp9 triliun. Masih ada luang sebetulnya untuk kemudian membuat service ini (operasional rumah sakit) tetap berjalan," ucap Fahmi.

Namun, dia menuturkan skema pembiayaan SCF tersebut hanya bersifat jangka pendek. Selain itu keterlambatan bayar juga mewajibkan BPJS Kesehatan untuk membayarkan denda sebesar 1%.

"Tapi kalau ini kita jalankan tentu ada resiko, resiko ini kami sampaikan ke menteri keuangan tentang potensi yang dendanya besar," ucapnya 

Sementara, pemerintah memperkirakan hingga akhir tahun 2019, defisit anggaran BPJS Kesehatan akan membengkak hingga Rp32,8 triliun.

Sementara itu, Mardiasmo mengatakan penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan berada pada sektor peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang mampu namun tidak mau membayar iuran.

PBPU tersebut, kata Mardiasmo, hanya mendaftarkan dirinya saat sakit dan berhenti membayar iuran setelah kembali sehat. Sementara sebagian PBPU lainnya yang menunggak dan tidak mampu untuk membayar iuran dilakukan pembersihan data untuk di masukan dalam kategori PBI.

Saat ini sudah ada 3,5 juta jiwa peserta PBPU yang tidak mampu membayar iuran dipindahkan kategori kepesertaannya menjadi PBI yang dijamin pembiayaan iurannya oleh pemerintah.

Menurutnya, Kementerian Keuangan sedikit memodifikasi besaran iuran yang diusulkan DJSN agar program Jaminan Kesehatan Nasional bisa berkelanjutan hingga 2025.

Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo belum menandatangani keputusan presiden (Keppres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Keuangan.

Menurut Mardiasmo, pemerintah masih melakukan pembenahan dari seluruh sistem JKN dan berbagai regulasinya sebelum keputusan kenaikan iuran benar-benar ditetapkan. (Ant)

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan