close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi. Foto Pixabay.
Bisnis
Minggu, 09 Oktober 2022 17:25

Pemerintah tekan impor alat kesehatan

Masih banyak alat kesehatan yang diperoleh melalui impor, belum memiliki substitusi di dalam negeri.
swipe

Pemerintah menggenjot pengembangan industri sektor kesehatan Indonesia baik untuk alat kesehatan maupun obat-obatan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Edi Priyono menilai saat ini masih banyak alat kesehatan yang diperoleh melalui impor, belum memiliki substitusi di dalam negeri.

“Kalau substitusinya ada, biasanya harganya lebih mahal atau kualitas kurang bagus. Walaupun semuanya tidak begitu,” kata Edi dalam diskusi daring, Minggu (9/10).

Untuk mendukung kualitas produk substitusi yang telah ada, Edi menyebut diperlukannya komitmen pemerintah guna memprioritaskan pembelian produk lokal. Ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera (APBN) bisa menyerap produk dalam negeri.

“Membeli produk lokal ini dampak multiplier effect-nya banyak, industri dalam negeri bisa makin berkembang, orang yang bekerja makin banyak, dan kesejahteraan masyarakat juga otomatis meningkat,” ujarnya.

Edi juga mengatakan produk industri kesehatan terutama obat hampir mayoritas berbahan baku asal impor, meskipun beberapa sisanya sudah ada yang bisa diperoleh di Indonesia.

“Untuk bahan-bahan baku obat seperti Paracetamol, bahan bakunya kita ada, tapi kita belum memproduksinya,” imbuh Edi.

Menurut Edi, pemerintah tengah fokus untuk mengetahui masalah dan solusi yang bisa dilakukan. Dia menyebut, pemerintah juga siap mendukung supply dan demand produk industri kesehatan.

Jika dari sisi demand, menurut Edi, pemerintah sudah berkomitmen menyerap produk lokal. Sedangkan sisi supply, pemerintah mendorong supaya industri dalam negeri bisa berkembang baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.

“Ini yang diperlukan sebagai perbaikan ekosistem. Kami perlu berdialog antara pemerintah dan pelaku industri untuk mencari solusi yang belum dilakukan dan bisa dilakukan guna meningkatkan kapasitas dan kualitas produk alat kesehatan Indonesia,” ujarnya.

Terkait dengan penyerapan produk lokal yang dilakukan pemerintah melalui belanja dengan APBN atau penyerapan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hingga 40%, Ketua II Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI), Febie Yuriza Poetri mengatakan perlunya perhatian agar harga produk lokal bisa bersaing baik di nasional maupun internasional.

“Di kita itu banyaknya pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dan dari segi pasar masih berkembang di dalam negeri. Beda dengan multinational company yang produknya kita impor bahkan sudah punya nama di pasar global. Mereka economic scale-nya sudah tercapai dan cost per unit juga lebih rendah,” kata Febie.

Febie menambahkan, jika dilihat dari produk dengan teknologi sederhana hingga medium, Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri. Namun dengan produk high technology seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CT Scan masih diperoleh secara impor. Produk-produk yang biasanya diperoleh secara impor ini lah yang menurut Febie harus diperjuangkan agar dapat diproduksi di dalam negeri.

“Ini harus kita perjuangkan untuk bisa sampai ke sana. Bahkan dari Kementerian Kesehatan sendiri sudah menargetkan agar tahun 2025 harus sudah ada industri untuk MRI dan CT Scan,” tandas Febie.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan