Pemerintah kembali masuk ke pasar obligasi syariah atau sukuk global. Tahun ini, pemerintah menerbitkan total US$3 miliar sukuk global.
Penerbitan itu dibagi menjadi dua seri, yakni green sukuk bertenor lima tahun dengan nilai penerbitan US$1,25 miliar. Seri ini akan jatuh tempo pada tahun 2023 dan menetapkan imbal hasil (yield) sebesar 3,75%.
Green sukuk ini merupakan penerbitan pertama kalinya di dunia yang dilakukan oleh pemerintah negara (sovereign). Sekaligus juga menjadi penerbitan pertama yang dilakukan oleh Republik di bawah Kerangka Green Bond dan Green Sukuk (Green Bond and Green Sukuk Framework) yang baru ditetapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerbitan green sukuk menggunakan aset dasar barang milik negara berupa tanah dan bangunan sekitar 51% dan proyek-proyek pemerintah sekitar 49%. Dana hasil penerbitan green sukuk akan digunakan untuk kebutuhan pembiyaan yang sifatnya 'green', misalnya proyek yang berkomitmen terhadap climate change untuk mengurangi emisi gas atau karbon.
"Kami akan menggunakan dana hasil penerbitan green sukuk ini untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah sebesar Rp 8,2 triliun yang bisa masuk kategori green," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Senin (26/2).
Ada empat Kementerian/Lembaga yang akan dibiayai dari dana hasil penerbitan green sukuk itu. Yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," terang
Mantan Dirut pelaksana Bank Dunia ini merinci proyek green tersebut antara lain pengelolaan drainase utama perkotaan dan pengamanan pantai dari Kementerian PUPR. Proyek itu membutuhkan dana Rp 501 miliar dan masuk kualifikasi dari dark green. Kemudian, pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api dari Kemenhub yang dianggap sebagai medium dark green dengan nilai Rp 165 miliar.
Lalu, proyek Kementerian ESDM untuk pembangunan infrastruktur energi melalui pemanfaatan aneka energi baru terbarukan (EBT) yang masuk dalam dark green sebesar Rp 743 miliar. Juga, proyek Kementerian ESDM lainnya seperti penyehatan lingkungan, pemukiman dan sistem pengelolaan drainase yang termasuk dalam kategori medium dan dark green sebesar Rp 149 miliar.
"Ini adalah salah satu bentuk komitmen Indonesia terhadap penanggulangan bahaya climate change dan seperti yang disampaikan presiden melalui Paris Agreement dan Nawacita yang mendukung bagaimana membangun Indonesia namun tetap sustainable," ujarnya.
Sementara itu, seri lainnya merupakan sukuk global yang diterbitkan dengan tenor 10 tahun senilai US$1,75 miliar. Instrumen ini menetapkan imbal hasil sebesar 4,4%.
Kedua seri tersebut akan melakukan pencatatan di Bursa Saham Singapura (Singapore Stock Exchange) dan NASDAQ Dubai. Sedangkan setelmen akan dilaksanakan pada 1 Maret 2018 mendatang.
Pemerintah mengklaim penerbitan ini dilakukan dengan momentum yang tepat pascaterjadinya volatilitas yang tinggi di pasar modal global. Seperti, ekspektasi kenaikan laju inflasi Amerika Serikat dan peningkatan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, the Fed sejak awal Februari 2018. Alhasil, penetapan harga atau pricing kedua seri sukuk tersebut 30 basis poin (bps) lebih rendah dibandingkan indikasi pricing awal (initial pricing guidance).
Setiap seri telah diberikan peringkat Baa3 oleh Moody’s Investors Service, BBB- oleh S&P Global Ratings, dan BBB oleh Fitch Ratings. Abu Dhabi Islamic Bank PJSC, Citigroup (B&D), CIMB, Dubai Islamic Bank PJSC and HSBC bertindak sebagai Green Structuring Advisor sekaligus sebagai Joint Lead Managers dan Joint Bookrunner. Sedangkan PT Bahana Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk bertindak sebagai co-managers untuk transaksi ini