Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa akan menciptakan nilai tambah ekonomi pada sektor nontradisional di kawasan tersebut.
"Dengan adanya ibu kota baru di Kalimantan, maka akan muncul sektor baru di Kalimantan," kata Bambang dalam Dialog Nasional II: Menuju Ibu Kota Masa Depan, Smart, Green and Beautiful di Jakarta, Rabu.
Pemindahan ibu kota di Kalimantan dapat memunculkan sektor jasa baru yang akan melengkapi sektor jasa yang sudah ada disana sebelumnya. Hal tersebut, akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian di wilayah tersebut.
Dampak ekonomi itu akan lebih maksimal jika dibarengi dengan peningkatan produktivitas, inovasi dan teknologi di provinsi yang terpilih dan sekitarnya.
Saat ini, perekonomian di Kalimantan masih bergantung pada sektor tradisional yaitu sumber daya alam berbasis tambang, hutan dan perkebunan.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang mengatakan rencana pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa akan menambah pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 0,1%.
Jika pertumbuhan ekonomi sekitar lima persen, maka dengan adanya proyek kegiatan pembangunan ibu kota baru, akan bertambah menjadi 5,1%.
Angka 0,1% tersebut dianggap tidak tergolong kecil karena PDB Indonesia saat ini sekitar Rp15 ribu triliun.
Rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa ternyata menimbulkan efek positif dari proyek tersebut, yaitu adanya penggunaan sumber daya potensial yang selama ini belum termanfaatkan.
Kalimantan menjadi salah satu lokasi potensial sebagai lokasi baru ibu kota negara. Kapasitas ruang dan wilayah geografis Kalimantan dapat menggantikan Jakarta sebagai salah satu kota di dunia yang penuh dengan permasalahan.
“Jakarta sebagai megacity berperingkat kedua setelah Tokyo. Artinya kota ini penuh dengan masalah. Dalam konteks perkembangan ekonomi atau global city, Jakarta juga tertinggal dari Bangkok,” kata Peneliti dari LPPM Institut Pertanian Bogor Ernan Rustiadi, dalam diskusi itu.
Daya tampung sosial kota Jakarta bagi kehidupan manusia sudah sangat terbatas. Akibatnya, muncul inefisiensi yang berpotensi mengganggu pelaksanaan fungsi pemerintahan. Selain persoalan sampah, polusi udara, dan polusi air, kemacetan lalu lintas kerap membebani kerja sistem pemerintahan.
Kondisi itu harus segera dijawab dengan pembangunan lokasi ibu kota baru sebagai pusat pemerintahan negara. Dalam segi lingkungan hidup, Kalimantan relatif aman dari potensi bencana alam atau lingkungan yang dapat menghambat jalannya fungsi pemerintahan.
“Dari aspek kebencanaan dan potensi gempa, Kalimantan termasuk aman. Ancaman masih ada, hanya dari potensi kebakaran hutan dan lahan gambut,” ujarnya.
Dalam studi yang dipaparkannya, area tanah di Pulau Kalimantan tidak dilalui pegunungan sebanyak di Pulau Jawa. Umumnya, sekitar sepertiga kondisi geologis Kalimantan terdiri atas perbukitan dan lahan basah.
Terkait hal itu, mantan Menteri Lingkungan Hidup periode 1999-2001 Alexander Sonny Keraf menekankan pentingnya keserasian antara konsep pembangunan di Kalimantan dengan kearifan lokal warga setempat, terutama Suku Dayak.
Belajar dari pembangunan di Jakarta, dia menyarankan agar pembangunan infrastruktur ibu kota di Kalimantan direncanakan matang dan tetap menjaga kelestarian sumber-sumber daya alam.
“Penting sekali untuk membangun dengan visi green development. Rancanglah sebuah ibu kota yang sangat green (ramah lingkungan sumber energinya, juga memerhatikan pemeliharaannya,” kata Sonny.
Dia mencontohkan penggunaan energi listrik secara hemat di fasilitas bangunan-bangunan instansi pemerintahan melalui rancang bangunan yang memungkinkan cahya matahari dapat lebih banyak masuk, serta meminimalisir penggunaan mesin pendingin ruangan.
Dari beberapa wilayah provinsi di Kalimantan, Kalimantan Timur dianggap paling sesuai menjadi lokasi pusat pemerintahan. “Lahan kering ada di Kaltim. Di situ relatif antimasalah ekosistem karena lahannya kering,” ujar Ernan.
Selain itu, Ernan memandang, pengembangan rencana tata ruang dan tata wilayah di kawasan ibu kota baru juga harus harmonis dengan konsep kehutanan yang lestari utnuk mencegah kompleksitas masalah umum perkotaan, seperti permukiman kumuh dan kepadatan penduduk. (Ant)