Ratusan nasabah PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) mengantre untuk menarik uang, Kamis (23/4). Penarikan dilakukan setelah Pemerintan Provinsi Banten mengalihkan Kas Daerah ke Bank BJB.
Pemprov Banten menarik kas daerah dari Bank Banten menyusul terbitnya Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor 580/Kep.144-Huk/2020, yang di keluarkan pada, Selasa 21 April 2020.
SK tersebut membatalkan keputusan Gubernur Banten nomor 584/Kep.117-Huk/2020 tentang penunjukan Bank Banten cabang khusus Serang sebagai tempat penyimpanan uang milik pemerintah Provinsi Banten dan penetapan rekening Kas Umum Daerah Provinsi Banten pada Bank Banten Cabang Khusus Serang Tahun Anggaran 2020. Selanjutnya kas daerah milik Pemerintah Provinsi Banten akan kembali ke PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat atau Bank BJB.
"Bank Banten sudah dalam kondisi yang tidak likuid dan mengalami setop kliring, sehingga diperlukan langkah penyelamatan segera atas dana milik Pemerintah Provinsi Banten yang berada di Rekening Kas Umum Daerah Bank Banten,” bunyi dalam SK Gubernur Banten Wahidin Halim.
Berdasarkan pantauan, antrean di Kantor Kas Bank Banten dan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Ciceri, terlihat sejak sekira pukul 08.30 WIB hingga pukul 11:30 WIB, antrean penarikan terus padat. 300 antrean batas maksimal sudah penuh. Sedangkan penarikan di ATM tetap berjalan, antrean mengular hingga lima belas meter tanpa protokol kesehatan di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Lia, salah satu nasabah Bank Banten mengaku rela antre sejak pukul 09.00 WIB di ATM Bank Banten Ciceri untuk menarik sisa uang tabungan gaji bulanan yang ditransfer ke Bank Banten.
"Kecil memang tetapi lumayan. Dari pada hangus. Katanya dialihkan ke Bank BJB," katanya.
Disampaikan Lia, dirinya menerima informasi pengalihan keuangan dari Kas Daerah ke BjB setelah menerima pesan berantai di WhatsApp.
"Mau gimana lagi. Harus antre panjang. Saya takut. Mana lagi musim korona. Enggak apa-apa lah. Yang penting aman uang saya. Mau dipindahin," katanya.
Ade, nasabah lain mengaku ditugaskan atasannya untuk mengambil uang dari Bank Banten. Ia mengaku ada penurunan batas pengambilan maksimal.
"Biasanya minimal Rp100 juta. Sekarang Rp50 juta. Hari ini saja. Katanya ada pengalihan dari Bank Banten ke BJB," pungkasnya.
Sementara Ketua Komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedi, mengatakan, alasan pengalihan kas daerah Pemprov Banten ke Bank BJB karena Bank Banten kesulitan likuiditas. Namun demikian pihaknya mengaku belum mengetahui secara pasti persoalan tersebut karena Komisi III DPRD Banten baru akan melakukan rapat pada hari ini.
"Kami mau konfirmasi ke Bank Banten, apakah betul Bank Banten kesulitan likuiditas. Kalau memang alasan tersebut benar terjadi, ada dana sekitar Rp1,7 triliun milik Pemprov Banten di Bank Banten itu bisa hilang. Sebab dalam bentuk kredit, bukan dalam bentuk likuid," kata Gembong.
Ia juga mengaku DPRD Banten khususnya Komisi III sebagai mitra Bank Banten tidak diajak bicara terkait keputusan gubernur tersebut.
"Tidak ada koordinasi. Pokoknya gubernur langsung mutusin aja," kata politisi PKS tersebut.
Sementara Wakil Ketua Komisi III DPRD Banten Ade Hidayat mengkritisi kebijakan yang diambil Gubernur Banten tentang penetapan rekening kas umum daerah pada Bank BJB. Dampaknya Bank Banten tak lagi menyimpan seluruh penerimaan daerah dan untuk seluruh pengeluaran daerah.
“Misalnya uang dari pembayaran retribusi dan pajak serta uang untuk pembayaran PNS, semua kini dialihkan ke BJB. Dampaknya besar dan tentunya merugikan Bank Banten,” katanya.
Kebijakan tersebut tidak tepat karena Bank Banten masih membutuhkan perhatian dari Pemprov Banten. Lebih mengherankan lagi, gubernur tak berkoordinasi terlebih dahulu dengan Komisi III DPRD Banten tentang pemindahan kas umum daerah dari Bank Banten. Padahal, kebijakan itu dianggap strategis dan perlu dibahas secara bersama DPRD Banten.
Berdasarkan data dari website perseroan, saham mayoritas BEKS atau sekitar 51% dimiliki BUMD PT Banten Global Development. Perseroan juga dalam proses melakukan aksi korporasi dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya empat ratus miliar saham baru.
Berdasarkan prospektus, dana dari penerbitan saham baru akan digunakan untuk pengembangan bisnis perseroan khususnya pernyaluran kredit. Aksi korporsi ini diperkirakan memengaruhi kondisi keuangan perusahaan, laba menjadi positif dan meningkatkan aset untuk pengembangan usaha.
PT Banten Global Development tampaknya tidak mengambil haknya dan setelah aksi korporasi tersebut dilakukan, kepemilikan BUMD milik Pemprov Banten tersebut akan terdelusi menjadi 12,20%.
Sepanjang 2019, rugi operasional perseroan mengalami peningkatan sebesar Rp45,156 miliar atau setara dengan 33,47% dibandingkan dengan tahun yang berakhir pada 31 Desember 2018 sebesar Rp134,922 miliar, menjadi Rp180,078 miliar.
Peningkatan kerugian tersebut terutama disebabkan oleh penurunan jumlah pendapatan operasional serta peningkatan beban operasional lainnya sebesar Rp12,595 miliar atau setara dengan 4,25% yang disebabkan oleh menurunnya portofolio kredit secara YoY sebesar –3,3% atau senilai Rp179 juta. (Ant)