Penaikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang masih di bawah harga keekonomian disebut masih moderat. Hal ini dinilai sebagai upaya pemerintah untuk tidak terlalu membebani masyarakat.
"Saya kira (penaikan moderat) ini sesuai dengan misi Pertamina sebagai BUMN (badan usaha milik negara) yang tidak semata mengejar keuntungan," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah saat dihubungi, Rabu (5/4).
Meski masih di bawah harga keekonomiannya, penaikan yang tak signifikan itu tak berarti membuat Pertamina merugi. "Dengan harga (Pertamax) Rp12.500 per liter, Pertamina tetap untung. Hanya, untungnya tidak maksimal," kata Piter
Agar masyarakat tak beralih ke BBM jenis Pertalite, Piter meminta Pertamina segera mempersiapkan pasokan. Pasalnya, sejak Pertamax naik, pengguna kendaraan mulai beralih ke Pertalite.
"Pertamina seharusnya sudah mempersiapkan pasokan yang cukup," kata dia.
Antusiasme masyarakat memburu pertalite, kata dia, merupakan reaksi spontan. "Shock sesaat. Ditambah lagi dengan adanya isu Pertalite yang akan naik, hal ini membuat terjadinya panic buying," kata dia.
Piter yakin fenomena ini tidak akan lama. Dengan catatan, pemerintah segera memutuskan kebijakan terkait Pertalite.
PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter atau naik dari harga sebelumnya yang sebesar Rp9.000 per liter. Harga baru tersebut berlaku 1 April 2022.
"Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat. Harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan dengan harga BBM sejenis dari operator SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum) lainnya," kata Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, melalui keterangan tertulis, Kamis (31/3).
Penyesuaian harga ini, lanjut Irto, masih jauh di bawah nilai keekonomiannya. Harga keekonomian Pertamax berkisar Rp16.000 per liter.