close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kemiskinan. Foto Unsplash.
icon caption
Ilustrasi kemiskinan. Foto Unsplash.
Bisnis - Makro Ekonomi
Minggu, 29 September 2024 20:01

Penciptaan lapangan kerja layak kian mendesak

Penciptaan lapangan pekerjaan layak harus menjadi perhatian bagi pemerintahan berikutnya.
swipe

Kemiskinan menjadi tantangan bagi presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Penciptaan lapangan pekerjaan layak harus menjadi perhatian bagi pemerintahan berikutnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kelas menengah turun dari 57.33 juta atau 21,45% dari total penduduk Indonesia pada 2019 menjadi 47.85 juta atau 17,13% pada 2024.

Sebaliknya pada kelompok bawah, yaitu kelompok miskin merangkak naik dari 25,14 juta atau 9,41% pada 2019 menjadi 25,22 juta atau 9,03% pada 2024. Demikian juga dengan kelas rentan miksin yang naik dari 54,97 juta atau 20,56% pada 2019 menjadi 67,69 juta dengan proporsi 24,23% pada 2024.

Berdasarkan sebarannya, tiga provinsi memiliki tingkat kemiskinan lebih dari 20%, lima provinsi memiliki tingkat kemiskinan 15% hingga 19,99%, 11 provinsi memiliki tingkat kemiskinan 10% hingga 14,99%, 15 provinsi memiliki tingkat kemiskinan 5% hingga 9,99%, dan hanya empat provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah 10%.

"Kecenderungan berlawanan antara kelas menengah dan angka kemiskinan ini perlu mendapat perhatian serius-memadai dari pemerintahan baru," ujar Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin, belum lama ini.

Fenomena tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang menekan produk domestik bruto (PDB) secara signifikan dan pemulihan ekonomi yang belum dirasakan kelas menengah. Di sisi lain, upah riil tenaga kerja nyaris stagnan, terutama pekerja formal. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) juga menjadi ancaman serius.

Penurunan kemiskinan 

Bustanul bilang, upaya penurunan kemiskinan bukan upaya mudah. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif dan perbaikan kebijakan untuk kelas menengah. Adapun pemberian bantuan sosial (bansos) yang selama ini sudah berlangsung, bisa dilanjutkan karena masih diperlukan bagi desil paling bawah. Tapi, kelompok tersebut perlu pendampingan dan pemberdayaan.

Rekomendasi lain yang disarankan oleh Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung ini adalah perbaikan hulu dalam transformasi sistem pangan dan pertanian untuk memperkuat industrialisasi.

“Industrilisasi terjadi, nilai tambah lebih kuat, lapangan kerja baru terbentuk, fondasi ekonomi kuat, sehingga kelas menengah lebih agile dan tangguh,” katanya.

Selain itu, strategi digitalisasi dengan pemanfaatan big data dan kecerdasan buatan (AI) hingga penguatan ekonomi daerah dengan dukungan penelitian dan pengembangan, serta reforma sistem pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia atau SDM dalam masyarakat disebut akan mengatasi terjadinya penurunan kelas menengah.

Ekonom Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Yorga Permana mengatakan kerja layak merupakan faktor penting dalam mencegah terjadinya penurunan kelas menengah dan naiknya angka kemiskinan.

“Kerja layak mendorong masyarakat keluar dari kemiskinan, melakukan mobilitas sosial, dan naik kelas ke kelas menengah," ujar Yorga.

Namun, pemerintah belum banyak menyinggung persoalan kerja layak. Sektor informal di Indonesia masih mendominasi pasar tenaga kerja Indonesia dan tren gig economy mulai sejak tahun 2014. 

"Penurunan kelas menengah terjadi ketika pekerja formal beralih menjadi pekerja informal karena tidak adanya kerja layak di sektor formal," katanya.

Menurutnya, Indonesia mengalami deindustrialisasi prematur. Terjadi penurunan tenaga kerja sektor pertanian yang diimbangi dengan peningkatan tenaga kerja sektor jasa berketerampilan rendah. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu mendorong alternatif lain selain manufaktur, yakni sektor jasa berketerampilan tinggi.

Guna menciptakan kerja layak, Yorga mengatakan pemerintah harus menerapkan kebijakan industri yang berfokus pada sektor dengan dampak local multiplier terbesar seperti sektor manufaktur atau tradable services, yaitu ekonomi digital, jasa perusahaan, dan keuangan. 

Kemudian, kebijakan kewirausahaan yang well-targeted dan fokus kepada gazelle di level menengah. "Terakhir, kebijakan berbasis lokasi dengan cara optimalisasi klaster dan aglomerasi dalam peningkatan lapangan kerja secara regional," katanya.

img
Satriani Ari Wulan
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan