Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pendapatan negara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mencapai 115,36% dibanding APBN awal. Mengingat masa tersebut bersamaan dengan pandemi Covid-19, maka belanja negara saat itu difokuskan dengan upaya efisiensi.
Dalam laporannya, ia menyebutkan, pembiayaan utang atau debt issuance menurun drastis di 2021 sebesar Rp306,9 triliun dari target awal yang sebesar Rp1.177,4 triliun. Artinya, pembiayaan utang hanya terealisasi Rp870,5 triliun.
“Penurunan realisasi dari penerbitan surat utang negara (SUN) merupakan suatu capaian untuk menjaga ruang fiskal yang lebih baik bagi kita dalam melihat tantangan jangka menengah dan panjang,” ujar Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-4, Selasa (6/9).
Penurunan pembiayaan utang menurutnya juga didukung oleh tambahan pemanfaatan saldo anggaran lebih sebesar Rp128,2 triliun dari yang direncanakan sebelumnya, yaitu hanya sebesar Rp15,7 triliun menjadi Rp143,9 triliun.
“Saldo anggaran lebih, sesuai dengan pengaturan penggunaan di dalam Undang-Undang APBN juga bersifat sebagai pelindung atau fiskal buffer bagi pelaksanaan anggaran,” lanjutnya.
Menurutnya, pemerintah secara berkala melakukan perhitungan dan kalibrasi besaran ideal untuk mempertimbangkan perkembangan pendapatan dan realisasi belanja, serta potensi pembiayaan.
Penyesuaian pembiayaan utang atau penurunan issuance utang telah menyebabkan pemerintah dapat menjaga level rasio utang, tercatat pada akhir tahun 2021 sebesar 40,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Angka rasio ini apabila dibandingkan negara-negara G20 atau ASEAN termasuk yang terendah ke-3,” tutur Srimul.
Ini menunjukkan efektivitas kebijakan APBN tergolong sangat baik. Dalam waktu singkat, Indonesia berhasil menurunkan kembali rasio utang.
“Pada Juli 2022, rasio ini menurun menjadi 37,9% dari PDB. Banyak negara di dunia pada tahun ini rasio utang dan defisitnya melonjak,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, meskipun dalam kerangka penanganan pandemi Covid-19, pemerintah telah berupaya membuat estimasi yang lebih presisi. Sehingga Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2021 sebesar Rp96,6 triliun, turun 60,64% dibanding SILPA tahun 2020 yang mencapai Rp245,6 triliun.
“SILPA 2021 selanjutnya dimanfaatkan secara optimal pada tahun 2022 maupun untuk 2023 di dalam kerangka dukungan likuiditas pemerintah maupun dukungan pembiayaan yang optimal. Hal ini sangat penting di mana tren inflasi dan suku bunga meningkat sangat tinggi,” pungkas Srimul.