close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) didampingi pejabat terkait memberikan keterangan kepada media tentang Refleksi 2017 dan Outlook 2018 Program Strategis KKP di kantor KKP, Jakarta, Kamis (11/1). Dalam keterangannya KKP melalui DJPT pa
icon caption
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) didampingi pejabat terkait memberikan keterangan kepada media tentang Refleksi 2017 dan Outlook 2018 Program Strategis KKP di kantor KKP, Jakarta, Kamis (11/1). Dalam keterangannya KKP melalui DJPT pa
Bisnis
Kamis, 11 Januari 2018 15:38

Dampak buruk penenggelaman kapal asing

Penggunaan peledak dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan pelayaran kapal-kapal nelayan maupun petugas patroli
swipe

Menenggelamkan kapal asing yang melakukan pencurian di wilayah perairan Indonesia menjadi andalan Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah pimpinan Menteri Susi Pudjiastuti. Tindakan tersebut mendapat pujian dari berbagai pihak sebagai langkah tegas pemerintah menjaga kekayaan laut Indonesia. Namun, benarkah cara menenggelamkan kapal asing benar-benar membawa dampak baik bagi industri perikanan tanah air? 

Mengingatkan kembali, pidato Presiden Joko Widodo di depan KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar pada November 2014. Saat itu, Presiden Joko Widodo menjelaskan Poros Maritim kepada pimpinan negara bahwa agenda Poros maritim memiliki lima pilar.

Salah satunya, mengajak mitra-mitra Indonesia bekerjasama di bidang kelautan dan bersama-sama menghilangkan sumber konflik di laut seperti pencurian ikan dan pelanggaran kedaulatan. Berikut juga sengketa wilayah, perompakan dan pencemaran laut.

Memang pencurian ikan di Indonesia sudah masuk dalam tahap mengkhawatirkan. Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2008 menyebutkan bahwa ada 5.400 kapal asing yang berasal dari Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Myanmar, China, Korea, Taiwan dan Panama yang melakukan pencurian ikan atau iillegal fishing di Indonesia.  

Kerugian diperkirakan mencapai 1 juta per tahun atau setara Rp 30 triliun per tahun.  Merujuk pada Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan sepanjang tahun 2001-2013 terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menghitung praktik pencurian ikan merugikan negara mencapai Rp 100 triliun yang berasal dari jumlah akumulasi nilai komoditas ikan dicuri, nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Tiga kerugian dari praktik illegal fishing antara lain, ekspor ikan Indonesia turun serta matinya aktivitas pelabuhan dan pasar lelang. Sebab, pemindahan muatan di tengah lautan. 

Menindak hal tersebut, penenggelaman kapal asing menjadi pilihan. Alasannya, agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya. 

Memang penenggelaman kapal asing telah diamanatkan dalam Undang Undang No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (UU Perikanan). Beleid itu menyebutkan bahwa tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing jika bukti cukup, bisa dilakukan. Dukungan tersebut juga dilengkapi dari hukum internasional, merujuk pada Konvensi Hukum Laut 1982 atau yang dikenal dengan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS). 

Hanya saja, pekan ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla justru meminta Menteri Susi untuk menyudahi penenggelaman kapal. Sebaliknya, Susi diminta fokus untuk peningkatan ekspor. Kalla menilai ketimbang kapal-kapal yang ditenggelamkan, sebaiknya dilelang atau dipergunakan kembali mengingat saat ini dibutuhkan kapal-kapal penangkap ikan untuk meningkatkan ekspor.

Menyambung usulan Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sigap menyatakan bahwa kapal asing ilegal tersebut bisa dikelola oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), meskipun harus melalui proses hukum yang panjang.

Sebenarnya penenggelaman kapal juga berdampak negatif. Apabila tidak dilakukan pembersihan, serpihan badan kapal yang diledakkan tentu menganggu pelayaran atau transportasi kapal-kapal kecil nelayan. Bahkan penggunaan peledak dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan pelayaran kapal-kapal nelayan maupun petugas patroli.

Tim Editor Bangkok Post mengatakan kebijakan penenggelaman kapal Presiden Jokowi sejak Desember 2014 dianggap kurang bersahabat, tidak ramah lingkungan dan tidak diplomatik dengan negara lain. Belum lagi rusaknya citra Indonesia di mata internasional karena tidak mampu mengelola perikanannya dengan baik. 

Saran yang diberikan Wakil Presiden agar kapal bisa dimanfaatkan untuk nelayan, bisa menjadi salah satu solusi, apalagi dengan tujuan untuk meningkatkan stok ikan. 

Stok ikan meningkat

Disisi lain, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan, kegiatan tindakan penenggelaman kapal pencuri ikan yang telah dilakukan selama ini berhasil membuat stok ikan di kawasan perairan nasional juga terus mengalami peningkatan.

"Dampak dari perginya kapal-kapal asing stok ikan mengalami peningkatan dari 6,5 juta ton (pada tahun 2011) menjadi 9,9 juta ton," kata Sjarief Widjaja pada Kamis (11/1) seperti dikutip Antara.

Perhitungan tersebut berasal dari aktivitas stock assesment yang dilakukan sepanjang tahun 2016 dengan cakupan wilayah 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan. Berdasarkan hasil itu, KKP mengeluarkan Kepmen KP Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi Potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NRI dengan estimasi potensi sebesar 9,9 juta ton.

Menurut Sjarief, peningkatan stok ikan tersebut juga mendorong optimisme bagi nelayan untuk melaut. Di sisi lain, pihak KKP menyatakan telah melengkapi dengan semua sarana dan prasarana terkait pelabuhan agar nelayan juga bisa beroperasi dengan lebih baik. Selain itu, ujar dia, peran BUMN bidang perikanan seperti Perindo dan Perinus pada saat ini juga sudah semakin sentral. 

img
Mona Tobing
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan