Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat pertumbuhan penerimaan pajak sampai akhir Oktober 2018 mencapai 17,64%. Meningkatnya penerimaan pajak dinilai karena membaiknya kinerja perekonomian.
“Penerimaan ini didukung oleh momentum pertumbuhan ekonomi dari orang pribadi maupun korporasi," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers realisasi APBN di Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.061,52 triliun atau tumbuh 17,64% lebih baik dari pencapaian periode yang sama tahun lalu, di mana hanya tercatat mencapai Rp864 triliun atau negatif 0,82%.
"Pencapaian sebesar Rp1.061,52 triliun ini juga sudah mencapai 71,39% dari target dalam APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun," katanya.
Realisasi ini mencakup penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas sebesar Rp538,91 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp405,44 triliun dan Pajak Penghasilan Migas sebanyak Rp54,3 triliun.
"Kuatnya permintaan domestik berdampak pada pertumbuhan penerimaan PPh maupun PPN dan PPnBM," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Komponen PPh Non Migas berasal dari PPh 21 Rp110,47 triliun atau tumbuh 17%, PPh 22 impor Rp45,43 triliun atau tumbuh 27,65%, PPh Badan Rp193,97 triliun atau tumbuh 25,21% dan PPh final Rp91,2 triliun atau tumbuh 10,01%.
Tingginya aktivitas impor juga menyumbang penerimaan PPN yaitu melalui PPN Dalam Negeri yang tercatat sebesar Rp240,63 triliun atau tumbuh 8,94% dan PPN Impor sebanyak Rp151,87 triliun atau tumbuh 28,03%.
Berdasarkan pencapaian hingga akhir Oktober 2018 sebesar 71,93%, maka Sri Mulyani optimistis penerimaan pajak pada akhir tahun bisa mencapai kisaran 95% dari target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam APBN.
Dengan proyeksi penerimaan ini plus melalui dukungan penerimaan negara bukan pajak yang pada akhir tahun bisa mencapai 142%, maka diperkirakan target pendapatan negara dalam APBN sebesar Rp1.893,5 triliun dapat terpenuhi.