Rencana Bank Indonesia (BI) mengaktifkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bisa menjadi salah satu alternatif investasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan instrumen ini memiliki keunggulan ketimbang lainnya seperti deposito. "Sekarang ini situasi dimana kita boleh memberi ruang kepada pemilik dana supaya tertarik masuk," jelas Darmin Nasution, Jumat (20/7), di kantornya.
Karakteristik SBI memang hampir mirip seperti obligasi negara tenor pendek. Meski demikian, Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu, Loto Srinita Ginting, memastikan, keberadaan SBI tidak akan mengganggu obligasi negara seperti Surat Perbendaharaan Negara (SPN) ataupun Surat Berharga Negara (SBN).
Kendati ada SBI, investor diprediksi tetap masuk ke obligasi pemerintah. "SBI itu agak beda, karena ada holding periodenya. Kalau SPN tidak. Size penerbitan SPN juga terbatas, karena pemerintah memperhitungkan refinancing rate. Jadi kalau dibilang mengganggu bond (SBN), saya rasa tidak," jelas Loto saat dihubungi.
Pemerintah sendiri juga terbuka, untuk beberapa pilihan tenor yang diinginkan investor. Namun, pemerintah belum berkoordinasi lebih lanjut dengan Bank Indonesia terkait strategi penerbitan SBI. Misalnya saja, pemerintah akan fokus menjual SPN berjangka waktu tiga hingga enam bulan, maka SBI akan difokuskan untuk ditawarkan di jangka waktu sembilan hingga 12 bulan.
Sementara pengamat valas Farial Anwar, mengatakan, rencana pengaktifan kembali SBI sebagai upaya BI melakukan pendalaman instrumen kebijakan moneter. SBI diyakini bisa mengurangi keinginan investor asing membawa dananya ke luar negeri. "Supaya mengurangi spekulasi. Ini bagus," ucap dia.
Bank Indonesia berencana mengaktifkan kembali SBI dalam waktu dekat. SBI merupakan instrumen moneter yang dihentikan penerbitannya pada Agustus 2017 untuk tenor sembilan dan 12 bulan. Lima tahun sebelumnya, BI juga menghentikan penerbitan SBI di bawah tenor sembilan bulan untuk lebih mengelola hot money atau modal asing yang rentan ke luar.