Pengawasan perdagangan mata uang kripto (cryptocurrency) di Indonesia akan beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan (Bappebti Kemendag) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Januari 2025. Ini sesuai mandat Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pengalihan tugas tersebut juga berdampak pada perubahan anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK. Sesuai Pasal 10 UU PPSK, yakni Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (ITSK AIKD).
OJK lantas melantik Hasan Fawzi sebagai Kepala Eksekutif Pengawas ITSK AIKD di Mahkamah Agung (MA), 9 Agustus silam. Ia sebelumnya menjabat Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) juga Komisaris Independen PT Merdeka Baterry Materials Tbk (MBMA).
OJK bersama Kemendag pun sedang menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) menyangkut pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital. Beleid tersebut bakal menjadi petunjuk pelaksana (juklak) dan acuan bersama.
Kemudian, menyusun rencana acuan (masterplan), yang memuat beberapa hal terkait transisi fungsi pengawasan aset. Misalnya, pengaturan dan pengembangan aset keuangan digital dan kripto, termasuk pengawasan dan penegakan hukum, hingga perizinan dan fungsi inovasi.
"Masterplan juga akan tertuang bagaimana posisi dan guidelines kebijakan OJK dengan melihat salah satu elemen market infrastructure di aset kripto yang saat ini sudah ada proses penerbitan izinnya di Bappebti, yaitu bursa kripto. Kemudian, apa yang disiapkan untuk pengembangan aset kripto," beber Hasan beberapa waktu lalu.
Takkan ada aspek baru dalam penegakan hukum lantaran memanfaatkan kerangka kerja sama yang telah terbangun sebelumnya. Ia memastikan penyusunan masterplan dilakukan secara saksama dan hati-hati dengan memedomani regulasi aset keuangan digital dan kripto.
"Kami akan menampung masukan dari stakeholders terkait untuk melengkapi masterplan dan juga mengedepankan standar kebijakan pengaturan yang tidak hanya menjadi standar domestik, tetapi juga secara global," ujar Hasan.
Optimisme pedagang
Terpisah, Tokocrypto, salah satu platform pedagang aset kripto di Indonesia, menyambut baik kebijakan ini. Dalihnya, pengalihan dilaksanakan dengan teliti, menekankan pada perlindungan konsumen, serta memastikan integritas dan kestabilan sekaligus menunjukkan komitmen menjaga perkembangan industri kripto di Tanah Air.
"Dengan pengalihan ke OJK, diharapkan tercipta harmonisasi regulasi antara aset kripto dan instrumen keuangan lainnya. Hal ini esensial untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mengurangi risiko akibat ketidakpastian hukum," ucap CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis.
Ia meyakini demikian lantaran OJK memiliki potensi lebih besar dalam mengintegrasi aset kripto ke dalam sektor keuangan tradisional, seperti perbankan. "Sehingga, dapat memfasilitasi kolaborasi antara pelaku industri dengan lembaga keuangan konvensional dan menciptakan peluang layanan yang lebih luas bagi konsumen."
Alasan lainnya, OJK dapat memaksimalkan pengalamannya membangun regulasi yang lebih solid untuk pasar kripto sehingga meningkatkan kepercayaan investor dan stakeholder lainnya. Lalu, berpotensi mengintegrasikan edukasi tentang kripto dalam program-programnya hingga memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat tentang risiko dan peluang pasar kripto.
"Di bawah pengawasan OJK, legitimasi industri kripto di Indonesia akan mengalami peningkatan yang signifikan. Kita juga memberikan apresiasi kepada Bappebti yang telah berperan dalam mengembangkan industri ini secara pesat dalam kurun waktu 1-2 tahun terakhir. Hal ini secara positif memperkuat kepercayaan masyarakat dan mempercepat adopsi kripto di Indonesia," tuturnya.
Kendati begitu, Yudho berpendapat, ada beberapa tantangan yang dapat muncul dalam proses pengalihan tersebut, seperti adaptasi infrastruktur teknologi dan peningkatan kapasitas SDM. Namun, ia meyakini transisi bakal berjalan baik dengan keseriusan pemerintah dan dukungan semua pihak.
Perdagangan melesu
Sejauh ini, berdasarkan Peraturan Bappebti 4/2023, terdapat 501 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Sebanyak 32 di antaranya aset kripto lokal.
Sayangnya, nilai transaksi perdagangan kripto menurun pada 2023 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sekalipun jumlah pelanggan bertambah. Nilai transaksinya mencapai Rp859,4 triliun pada 2021, lalu turun signifikan menjadi Rp306,4 triliun pada 2022 dan kembali merosot ke 94,4 triliun per September 2023.
Sementara itu, jumlah pelanggan pada 2021 mencapai 11,2 juta investor. Kemudian, naik nyaris 50% menjadi 16,7 juta investor pada 2022 dan kembali meningkat tipis ke 17,91 juta investor hingga September 2023. Lebih dari 50% pelanggan berusia 18-35 tahun.
"Penurunan ini kita harapkan juga cerminan dari semakin memahaminya [masyarakat] akan profil risiko dari aset kripto ini di kalangan para investor yang bertransaksi," ucap Hasan.