close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi PLTN. Foto istimewa
icon caption
Ilustrasi PLTN. Foto istimewa
Bisnis
Senin, 21 Februari 2022 11:54

Pengamat: Pembangunan PLTN bisa lebih cepat untuk gantikan PLTU

Mamit menjelaskan harga listrik yang diproduksi dari PLTN bisa lebih murah karena teknologi yang terus berkembang.
swipe

Pemerintah menargetkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan masuk di 2049 dan di 2060 akan mencapai 35 giga watt (GW). Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan jika pembangunan dilakukan dengan lebih cepat akan lebih baik.

Menurutnya hal ini didasari bahwa PLTN merupakan pembangkit yang bisa menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan kapasitas besar dan  nett zero emission.

"Terkait perihal pembangunan PLTN di Indonesia saya kira jika memang memungkinkan untuk di bangun dan commercial operation date (COD) lebih cepat adalah hal yang bagus sekali," papar Mamit Setiawan kepada Alinea.id, Senin (21/2).

Mamit menjelaskan harga listrik yang diproduksi dari PLTN bisa lebih murah karena teknologi yang terus berkembang. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan uranium dan thorium sebagai material untuk pembangkit nuklir cukup besar.

"Seiring semakin majunya teknologi maka tingkat keamanan dari nuklir saat ini sudah sangat bagus. Kekhawatiran akan terjadinya kebocoran sudah bisa dihilangkan. Investor juga sudah ada yang masuk ke Indonesia untuk membangun pembangkit nuklir," jelasnya.

Oleh karena itu, kata Mamit, pemerintah harus melakukan sosialisasi terkait dengan pembangkit nuklir ini agar masyarakat tidak takut. Karena tanpa ada penyadaran ke masyarakat maka nuklir tidak akan berkembang.

"Padahal negara-negara lain sudah semakin maju untuk menggunakan pembangkit nuklir ini," tuturnya.

Sebelumnya, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyebut masuknya PLTN di tahun 2049 terlalu lama.  Djarot Sulistio Wisnubroto, Peneliti Senior BATAN berasumsi jika PLTU akan berhenti beroperasi pada tahun 2050, maka harus ada pembangkit pengganti yang setara.

"Kalau 2049 menjadi tahun pertama PLTN itu terlalu lama menurut saya," papar Djarot Sulistio kepada Alinea.id, dikutip Minggu (20/2).

Artinya, kata Djarot, harus ada pembangkit baseload berskala besar yang menggantikan keberadaan PLTU, dalam hal ini PLTN.

"Karena BATAN sudah lebih dari 40 tahun mempersiapkan, maka kapan saja pemerintah menyatakan 'go nuclear' maka kami siap," tegasnya.

Djarot memperkirakan lokasi pertama pembangunan PLTN di Indonesia adalah di Kalimantan Barat (Kalbar). Alasannya adalah dukungan dari masyarakat yang besar, berdasarkan jajak yang dilakukan di 2019 lebih dari 87% masyarakat Kalbar memberikan dukungan.

"Mereka tidak ingin impor listrik dari Malaysia, dan daerahnya relatif stabil dari gempa dan tsunami," jelasnya. 

img
Anisatul Umah
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan