Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai, pemerintah terlampau jauh ikut campur urusan tiket maskapai penerbangan murah (low cost carrier/LCC).
Dia menilai, langkah pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian semestinya menjadi wewenang dan ranah dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Saya kritik, tidak ada landasan hukumnya. Soal harga tiket ini ranahnya Menhub bukan Menko Perekonomian," ujar Alvin di Gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (17/7).
Seperti diketahui, kebijakan tersebut merupakan penurunan tarif 50% dari Tarif Batas Atas (TBA) LCC dengan alokasi kursi sebesar 30% dari total kapasitas pesawat.
Selain itu, Alvin mengkritisi langkah Menko Perekonomian melakukan rapat dengan penyelenggara angkutan udara dan menjanjikan berbagai insentif.
"Seperti pajak avtur, itu kan yang berhak (menangangi) perpajakan adalah Menteri Keuangan. Tentang biaya-biaya bandara juga Menkeu dan menteri BUMN," ujar dia.
Dengan demikian, ia memandang Menko Perekonomian bertindak jauh melampaui kewenangannya. Padahal, Kemenhub telah mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah tiket pesawat.
Menurutnya, apabila maskapai-maskapai tersebut tidak melanggar batas harga, sebaiknya diberikan keleluasan bagi pelaku usaha untuk menjalakan bisnisnya.
"Tapi Menko Perekonomian sampai harinya diatur, rutenya diatur, jamnya diatur, jumlah kursinya diatur, bahkan diskonnya 50% pun diatur," katanya.
Selain itu, Alvin juga menyesalkan Menko Perekonomian hanya fokus pada rute-rute yang dilayani pesawat jenis jet.
"Bagaimana dengan dengan rute-rute yang dilayani pesawat baling-baling propeller? Padahal pesawat jenis tersebut melayani kota-kota kecil," ucap dia.
Ia menyesalkan hal itu lantaran biaya angkut pesawat baling-baling proppeler lebih mahal dibandingkan dengan pesawat jet.
"Selalu yang diurusi, maaf ya, yang atraktif di cover media saja," katanya.