close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.
Bisnis
Sabtu, 09 April 2022 22:20

Pengamat pertanyakan kebijakan pencabutan DMO/DPO dan menaikkan pungutan ekspor CPO

Setelah berkutat sekian lama tanpa hasil, Kemendag akhirnya menyerah. Kebijakan DMO, DPO dan HET dicabut.
swipe

Harga minyak sawit mentah (CPO) naik pesat, membuat harga minyak goreng juga naik tajam. Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana yang ditetapkan Rp11.000 per liter terlampaui. Harga terus naik mendekati Rp20.000 per liter pada pertengahan Januari 2022.

"Kondisi serba kacau. Kementerian Perdagangan (Kemendag) terpaksa menyesuaikan HET agar harga stabil kembali. HET minyak goreng curah ditetapkan Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter dan kemasan premium Rp14.000 per liter, seperti tertuang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 6 tahun 2022 tertanggal 26 Januari 2022," kata Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/4)

Dia menyebutkan, Kemendag juga memperkuat tata kelola perdagangan CPO dalam negeri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan No 129 tahun 2022 tentang Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri 
(Domestic Market Obligation/DMO) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation/DPO) pada 10 Februari 2022.

DMO ditetapkan 20% dari jumlah ekspor dan DPO sebesar Rp9.300 per kg. Artinya, eksportir CPO wajib menjual 20% dari total ekspor CPO untuk keperluan dalam negeri dengan harga Rp9.300 per kg. Sehingga masyarakat dapat membeli harga minyak goreng dengan harga terjangkau. Perlu diketahui, DPO adalah bukan subsidi dari pemerintah.

Tetapi, yang terjadi malah chaos. Setelah kebijakan DMO dan DPO diberlakukan, persediaan minyak goreng menghilang dari pasar. Setelah berkutat sekian lama tanpa hasil, Kemendag akhirnya menyerah. Kebijakan DMO, DPO dan HET dicabut. Harga minyak goreng masuk babak baru, yaitu mengikuti harga pasar, kecuali untuk minyak goreng curah yang ditetapkan Rp14.000 per liter.

"Kebijakan ini tentu saja menyakiti hati rakyat. Harga minyak goreng kemasan langsung melonjak menjadi sekitar Rp24.000 per liter. Lebih mahal Rp10.000 dibandingkan HET sebelumnya. Jumlah konsumsi minyak goreng kemasan (sederhana dan premium) sekitar 1,5 juta kilo liter per tahun. Kalau harga CPO bertahan tinggi seperti saat ini, maka rakyat dirugikan Rp15 triliun per tahun," tutur dia.

Di lain sisi, bersamaan dengan dicabutnya DMO dan DPO, Kementeri Keuangan menaikkan pungutan ekspor (dan bea keluar) CPO dari maksimum US$375 per ton menjadi US$675 per ton, seperti tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan No 23/PMK.05/2022 tertanggal 17 Maret 2022. Atau naik US$300 per ton, kalau harga CPO mencapai lebih dari US$1.500 per ton.

Kalau harga CPO bertahan tinggi seperti sekarang selama setahun ke depan, dengan total ekspor CPO sekitar 34 juta ton maka pendapatan negara akan bertambah sekitar Rp145,86 triliun. Yaitu, 34 juta ton ekspor dikali US$300 per ton dikali asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS.

"Sungguh luar biasa mengherankan. Bagaimana bisa, negara mengambil kebijakan yang sangat tidak adil seperti ini yakni negara menghapus kewajiban eksportir untuk menyediakan harga minyak goreng murah kepada rakyat (dengan mencabut DMO/DPO), tetapi di saat bersamaan menaikkan pungutan ekspor dari pengusaha tersebut dengan jumlah yang jauh lebih besar? Kebijakan ini artinya sama saja negara mengambil (merampas) hak rakyat: senilai Rp12 triliun per tahun?" tutur dia

"Bagaimana pendapat DPR? Apakah masih mempunyai empati terhadap nasib rakyat? Semoga DPR  segera memberi koreksi kebijakan yang prorakyat, dan mengembalikan hak rakyat yang terampas," kata dia lagi.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan