Pengamat UGM sebut pemerintah harus paksa divestasi Vale
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, merespons sikap Komisi VII DPR yang menolak perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk. Seperti yang diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM, manajemen PT Vale Indonesia Tbk., dan MIND ID.
Menurut Fahmy, divestasi PT Vale Indonesia Tbk. sangat bermanfaat, apalagi jika bisa menjadi pemegang saham mayoritas. Sebagai pemegang saham mayoritas, maka perusahaan akan bisa mengontrol segala hal yang ada di dalamnya.
"Manfaat pertama, dengan kepemilikan saham yang lebih besar maka dividen yang diperoleh akan bisa lebih besar," kata Fahmy, dalam keterangan resminya, Selasa (5/9).
Lebih lanjut Fahmy mengatakan, manfaat kedua berkaitan dengan pengambilan keputusan. Pemegang saham terbesar bisa menjadi lebih dominan, sehingga akan dapat mengontrol proses pengambilan keputusan.
Adapun manfaat ketiga adalah kegiatan dari perusahaan akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada negara, daerah, dan seterusnya. Manfaat itu bisa berupa pembukaan lapangan pekerjaan atau lainnya.
"Maka, divestasi saham kalau perlu direbut dengan dikuasai mayoritas oleh MIND ID," tuturnya.
Sementara itu, hal ini juga dapat memberikan keuntungan untuk Indonesia, terutama dalam perekonomian. Kegiatan dari perusahaan bisa memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hal itu karena keuntungan akan tetap berputar di Indonesia dan tidak dibawa ke luar. Berbeda lagi jika pemegang saham adalah pihak asing, maka keuntungan yang diperoleh juga akan dibawa ke luar.
Jika keuntungan tersebut bisa berputar di indonesia, maka keuntungan bisa dinikmati di dalam negeri. Hal itu bisa memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti pembukaan lapangan pekerjaan dan sebagainya.
"Saya melihat PT Vale Indonesia Tbk. sendiri enggan untuk melepas sahamnya, maka perlu ada upaya yang harus dilakukan, dalam tanda petik, agak memaksa," ucapnya.
Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya memaksa dan mengambil alih saham PT Vale Indonesia Tbk. sebagai saham mayoritas. Salah satu caranya adalah dengan menunggu habisnya kontrak pada 2025.
"Pemerintah bisa melakukan upaya dengan mengatakan bahwa akan memperpanjang kontrak dengan syarat mayoritas saham ada di Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, ruwetnya divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk. dimulai pada 1990. Saat itu, PT Vale Indonesia Tbk. melepaskan 20% sahamnya melalui Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka.
Pemerintah mengakui saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan pemenuhan divestasi kepada peserta Indonesia. Selanjutnya pada 2014, amendemen kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk berkewajiban untuk melakukan divestasi lebih lanjut sebesar 20%, sehingga total kepemilikan nasional menjadi 40%.
Pada 2020, tindak lanjut amandemen tersebut dilaksanakan dengan pengalihan kepemilikan 20 persen saham Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang sekarang menjadi holding BUMN tambang MIND ID.
Penyelesaian divestasi ini merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi PT Vale Indonesia Tbk agar dapat melanjutkan operasinya setelah 2025. Adapun pengaturan divestasi saham telah diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 4 Tahun 2021.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa kewajiban divestasi saham badan usaha PMA dapat dilakukan kepada WNI atau badan usaha Indonesia yang dimiliki WNI melalui kepemilikan langsung sesuai dengan kesepakatan para pihak atau pasar modal dalam negeri.
Pada Pasal 147 PP 96 Tahun 2021, kewajiban divestasi saham sebesar 51 persen dilaksanakan secara berjenjang dari Pemerintah pusat, Pemda, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional.
Apabila tidak ada yang berminat, maka mekanisme penawaran investasi dilakukan melalui Bursa Saham Indonesia.
Adapun dalam rangka pengurusan perpanjangan KK PT Vale setelah 29 Desember 2025 sesuai Pasal 147 PP 96 Tahun 2021, PT Vale Indonesia Tbk. wajib mendivestasikan lagi 11% sahamnya agar kepemilikan nasional menjadi 11%.
Sementara dalam RDP, Komisi VII DPR RI mensinyalir 20% porsi saham PT Vale Indonesia Tbk. yang ada di Indonesia sebagian besar masih dimiliki investor asing, yakni Sumitomo Metal Mining. Sementara Indonesia hanya memiliki saham kurang lebih 11%.
Berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek per Juni 2023, komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia sendiri terdiri dari Vale Canada Limited 43,79%, MIND ID 20%, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. 15,03%, serta masyarakat/publik 21,18%, yang terdiri dari pemodal asing 59,47% dan pemodal nasional 40,53%.
Vale kemudian menawarkan untuk melepaskan saham menjadi 14% dari sebelumnya 11%. Namun, Komisi VII DPR RI menilai jumlah tersebut kurang strategis untuk mewujudkan cita-cita pemerintah membawa Indonesia lebih maju melalui program hilirisasi Nikel, jika tidak disertai hak pengendalian atas Vale Indonesia.
"Jika PT Vale Indonesia Tbk. hanya melepas divestasi sahamnya 14% dan tidak menjalankan rekomendasi Komisi VII DPR, maka Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM untuk tidak memperpanjang Izin Penambangan PT Vale Indonesia Tbk," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi dalam RDP baru-baru ini.