close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang pekerja mengangkut karung beras saat melakukan bongkar muat di Gudang Bulog Baru Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/7/2018). Foto Antara/dokumentasi
icon caption
Seorang pekerja mengangkut karung beras saat melakukan bongkar muat di Gudang Bulog Baru Cisaranten Kidul Sub Divre Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/7/2018). Foto Antara/dokumentasi
Bisnis
Selasa, 18 April 2023 09:46

Pengamat ungkap penyebab turunnya pengadaan beras Bulog

Ada kecenderungan rasio HPP beras dengan HPP gabah kering panen (GKP) semakin menurun.
swipe

Ada perubahan besar yang sangat mendasar pada pengadaan dan penyaluran beras oleh Bulog. Pada pertengahan 2019, stok beras bulog terus mengalami penurunan hingga saat ini. Sementara pengadaan dan penyaluran beras tetap fluktuatif.

Pengamat Pertanian Agus Saifullah menilai, hal tersebut disebabkan adanya tiga hal penting yang menjadikan perubahan mendasar terhadap instrumen kebijakan pemerintah di bidang perberasan. Pertama, sejak 2017 tidak ada lagi penyaluran captive market terhadap hasil pengadaan beras Bulog atau cadangan beras pemerintah (CBP), sehingga menyebabkan kapasitas penyerapan beras Bulog semakin sempit.

“Beras kan bagaimanapun memiliki beban atas biaya pengadaan maupun beban biaya penyimpanannya. Jadi kalau tidak bisa disalurkan, beban ini akan semakin bertambah dan memiliki potensi beras yang bertambah stoknya dan mutunya semakin tua umurnya,” ujar Agus dalam pemaparannya di Alinea Forum Online bertema “Memperkuat CBP dari Pengadaan dalam Negeri”, Senin (17/4).

Sebagai bukti, mulai 2019, kata Agus untuk pengadaan, penyaluran, stok terus mengalami penurunan. Namun penyaluran masih lebih besar daripada pengadaan, sehingga ini menyebabkan CBP terus menurun sampai saat ini.

“Perubahan kebijakan sangat berpengaruh sekali terhadap kondisi perberasan yang dikelola oleh Bulog,” kata Agus.

Kedua, hubungan penting antara harga beras, harga gabah, dan harga pasar. Pada masa panen, perdagangan beras terjadi ke pasar umum dan Bulog sebagai CBP. Namun Agus menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, harga gabah dan beras cenderung di atas harga pembelian pemerintah (HPP) sehingga membuat pengadaan Bulog tidak terserap dengan baik.

Agus menjelaskan, ada kecenderungan rasio HPP beras dengan HPP gabah kering panen (GKP) semakin menurun. Ini terlihat pada awal 2015 dengan rasio sekitar 2. Kemudian di 2021-2022 rasionya turun jadi 1,97, namun kembali naik menjadi 1,99. Artinya, margin yang digunakan untuk memproses gabah menjadi beras semakin mengecil untuk dimasukkan ke pengadaan Bulog.

“Rasio yang cukup menarik itu mestinya minimal 2,02 ke atas. Itu akan menarik bagi pedagang untuk memproses gabah yang dibeli dari petani untuk dimasukkan pengadaan ke Bulog. Karena memiliki margin yang cukup untuk biaya pengolahan, transport, dan yang lainnya,” tuturnya.

Ketiga, perlu adanya penguatan CBP untuk dimensi jangka pendek dan panjang. Pada jangka pendek, harga sangat penting dengan kondisi panen yang eksisting seperti saat ini. Jika ingin memperbesar penyerapan maka perlu strategi harga yang paling penting dimodifikasi.

“Artinya, saat musim panen ketika surplus musimannya cukup besar, pedagang didorong untuk melakukan pemasaran perdagangan baik kepada pasar umum atau Bulog. Tapi jika margin di pasar Bulog kurang cukup, maka pedagang akan condong ke pasar umum,” kata Agus.

Kemudian dalam penguatan CBP jangka panjang, yang penting adalah faktor kelembagaan. Menurut Agus, kelembagaan saat ini sudah lebih baik sejak adanya Badan Pangan Nasional (Bapanas) karena berbagai perencanaan operasional Bulog dirancang oleh Bapanas dengan baik. Namun yang terpenting adalah faktor penganggaran menjadi penting baik saat pengadaan, penyaluran untuk penerimaan Bulog, dan pelaksanaan saat over stocking atas CBP dan juga penurunan kualitas akibat masa simpan yang lebih lama.

“Saya lihat untuk instrumen-instrumen itu sebenarnya sudah ada, tapi tinggal diimplementasikan dengan waktu yang tepat yaitu pada September. Jadi sebetulnya perencanaan perberasan itu pada bulan-bulan September sebetulnya perencanaan perberasan itu sudah selesai semua, karena pengadaan relatif berkurang, penyaluran sudah terlihat, dan panen bisa diprediksi, juga jika diperlukan impor, maka bisa ditentukan karena di akhir dan awal tahun produksi beras di kawasan Asean sedang berlangsung,” ujar Agus. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan