Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Sampe L Purba mengatakan, sumber kekayaan alam di perbatasan termasuk minyak dan gas (Migas) adalah sumber daya yang bisa sewaktu-waktu difungsikan sebagai komponen pendukung dalam sistem pertahanan nasional
Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan paradigma baru dalam kebijakan pengelolaan migas di wilayah perbatasan negara. Dalam penelitiannya berbentuk disertasi berjudul Kebijakan Pengelolaan Migas dalam Perspektif Pertahanan Negara di Wilayah Perbatasan Laut Andaman, Aceh, terdapat tiga pertanyaan kunci.
Pertama, yaitu terkait dengan posisi geostrategi wilayah perbatasan Aceh di ujung Selat Malaka sebagai gerbang kawasan Asia Pasifik menuju wilayah Lautan Hindia. Kedua, mengenai potensi sumber daya alam migas di wilayah yang frontier (terpencil) di lepas pantai dikaitkan dengan fasilitas pendukung di darat.
"Terakhir adalah pilihan kebijakan publik untuk menjembatani sudut pandang kepentingan investor yang konkrit dan mikro dan kepentingan pemerintah yang berdimensi lebih luas dan makro dalam perspektif pertahanan negara di wilayah perbatasan," ucapnya dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (20/2).
Secara transformatif konkuren, penelitian tersebut dipadukan dengan preferensi pilihan kebijakan berdasarkan metode modified Analytic Hierarchy Process (AHP).
Menguji kriteria utama aspek pertahanan keamanan versus nonpertahanan keamanan yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, terhadap alternatif kebijakan Sumber Daya Manusia, Model Kontrak Migas, Infrastruktur dan Regulasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan di dalam kebijakan pengelolaan Migas di perbatasan dalam perspektif pertahanan negara, pada kriteria utama, aspek Pertahanan Keamanan menduduki skor yang tertinggi (24,40%) dibandingkan dengan elemen non pertahanan.
"Faktor non pertahanan tertinggi adalah ekonomi 22,74%. Sementara dalam alternatif pilihan kebijakan publik, infrastruktur menempati posisi tertinggi 29,87% disusul regulasi pada skor 28,56%," katanya.