Para pengembang properti meminta kepada pemerintah untuk membuka seluas-luasnya kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA) di indonesia.
Sekretaris Jenderal Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan Indonesia membutuhkan kepastian hukum mengenai kepemilikan properti bagi warga negara asing.
Menurutnya, perangkat hukum yang dimiliki oleh Indonesia saat ini belum mengatur secara jelas mengenai aturan kepemiliki properti bagi warga negara asing. Selain itu, katanya, perangkat yang ada cukup menghambat jalannya dunia usaha di sektor industri.
"Kita membutuhkan kepastian hukum bagi warga negara asing mengenai status kepemilikannya," ujarnya dalam diskusi PropertyGuru CEO Forum, di Hotel Kempinski Indonesia, Rabu (10/7).
Hal senada juga disampaikan oleh Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Eddy Hussy. Menurutnya, Indonesia harus meniru negara-negara lainnya dalam hal peraturan kepemilikan properti oleh warga asing.
"Agar kita bisa lebih setara dengan negara tetangga, di mana sudah membolehkan kepemilikan properti oleh orang asing dan jangka waktunya (hak pakai) juga lebih panjang," ucapnya.
Ia mencontohkan Singapura, di samping mengakomodir kepemilikan properti oleh warga asing, negara ini sudah membolehkan selama 100 tahun. Bahkan, Malaysia sudah membolehkan hingga 99 tahun.
"Kita diperaturan yang baru (hak pakai) hanya membolehkan selama 30 tahun dan perpanjangan selama 20 tahun," katanya.
Ia juga mengatakan, Indonesia memiliki peluang yang besar di bisnis properti. Dengan mengakomodir kepemilikan warga asing untuk properti juga akan meningkatkan perekonomian nasional.
"Toh, kalau beli rumah di sini rumahnya di Indonesia dan juga uangnya akan berputar di sini sehingga kekhawatiran (warga asing tidak memberikan manfaat) itu dapat dihilangkan," terangnya.
Peraturan rancu
Sementara itu, Kepala Bagian Perundang-undangan, Biro Hukum dan Humas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Yagus Suyadi mengatakan mengenai kepemilikan properti oleh orang asing dan juga hal yang berkaitan dengan hak lainnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah 103/2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
Dalam aturan itu disebutkan orang asing mempunyai hak pakai dan hak sewa berjangka waktu tertentu. Sementara definisi orang asing yang memiliki hak disebutkan orang asing yang berkedudukan di Indonesia yang bukan WNI yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan kegiatan usaha, bekerja atau berinvestasi di Indonesia.
Lebih jauh, peraturan pemerintah tersebut mengatur perihal hak milik bagi orang asing. Dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 disebutkan orang asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal dengan syarat memiliki izin tinggal berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
"Asrtinya secara subjek hak sudah dibuka ruang untuk warga negara asing, badan negara asing dan perwakilan negara asing untuk dapat memiliki properti di Indonesia," kata Yagus.
Hanya saja katanya, ia tak dapat menjelaskan mengenai defenisi "izin tinggal" yang disebut dalam peraturan pemerintah tersebut.
"Kalau untuk izin tinggal saya tidak dapat menjelaskan lebih, karena itu berada di luar wewenang saya," ucapnya.
Ketidakjelasan defenisi ini dianggap oleh Managing Director Ciputra, Budiarsa Sastrawinata menghambat jalannya bisnis properti di indonesia. Ia mengatakan, meskipun sudah disebutkan orang asing diperbolehkan memiliki properti di Indonesia seperti regulasi di atas notaris masih banyak yang ragu-ragu untuk mengeksekusi.
"Kalau dilihat aturan sudah memungkinkan. Cuma pelaksanaannya, saya dengar ada notaris yang masih ragu, ini yang harus diperjelas oleh pemerintah," ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, percuma developer menyediakan hunian bagi orang asing dan pasarnya juga ada, tetapi secara regulasi tidak jelas. Hanya akan menciptakan kebingungan bagi pelaku bisnis properti.
"Kalau kita sudah menyediakan (hunian), pasar ada, cuma tidak dapat dilaksanakan (tidak ada trabnsaksi) ini kita musti lihat juga. Ada apa?" katanya.
Untuk itu, katanya pemerintah perlu memperjelas aturan yang sudah ada sehingga penerapannya di lapangan dapat dilaksanakan dengan baik.