Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tahun ini menerbitkan aturan baru kepada pengembang perumahan untuk harus memiliki sertifikasi dan registrasi.
Aturan itu akan tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 24 Tahun 2018 tentang Akreditasi dan Registrasi Asosiasi Pengembang Perumahan, serta Sertifikasi dan Registrasi Pengembang Perumahan. Aturan ini akan berlaku pada Desember 2019 mendatang.
Kepala Seksi Pola Investasi, Subdirektorat Penyiapan Kebijakan Investasi Infrastruktur Kementerian PUPR, Dendy Rahadian mengatakan, hal itu dilakukan guna melindungi hak-hak konsumen yang dirugikan.
Sebab, berdasarkan laporan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang diterima Kementerian PUPR, banyak laporan pengaduan tentang kondisi perumahan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
"Banyak pengembang yang selama ini tidak profesional, banyak yang ngasal. Sementara, masyarakat menginginkan memiliki rumah yang layak huni," ujar Dendy saat ditemui reporter Alinea.id, Sabtu (26/1).
Lebih lanjut, dia mengatakan, tahun ini baik pengembang besar, menengah, dan kecil harus sudah memiliki sertfikasi dan terdaftar di Kementerian PUPR. Oleh karena itu, kata dia, saat ini pihaknya masih pada tahap melakukan sosialisasi kepada pengembang agar mengikuti aturan tersebut.
Persyaratan sertifikasi pengembang
Kualifikasi usaha pengembang perumahan yang diatur, di antaranya pengembang kecil dengan kekayaan bersih dalam bentuk aktiva lancar sebesar Rp500 juta-Rp100 miliar. Dengan sumber daya manusia harus terdiri dari satu orang penanggung jawab usaha dan satu orang penanggung jawab teknis, yang memiliki ijazah S1 Teknik Sipil atau Teknik Arsitektur.
Kemudian, untuk pengembang perumahan menengah, kekayaan bersih dalam bentuk aktiva lancar sebesar Rp10 miliar-Rp100 miliar. Pengembang menengah juga harus punya sumber daya manusia yang terdiri dari satu orang penanggung jawab usaha, satu orang penanggung jawab teknis yang memiliki ijazah S1 Teknik Sipil dengan minimal pengalaman 5 tahun. Selain itu, harus ada satu orang penanggung jawab teknis yang memiliki ijazah S1 Teknik Arsitektur, minimal pengalaman 5 tahun.
Semenatara itu, untuk pengembang perumahan berskala besar, harus memiliki kekayaan bersih dalam bentuk aktiva lancar lebih dari Rp100 miliar. Dengan sumber daya manusia yang hampir sama seperti pengembang menengah, hanya saja syarat pengalamannya minimal 7 tahun.
"Jadi, nantinya bisa tahu pengembang-pengembang mana yang sudah mendapatkan sertifikat. Yang besar pun harus disertifikasi," ujar Dendy.
Ke depan, persyaratan ini, kata Dendy, akan diberikan kepada industri perbankan. Sehingga mereka bisa mengetahui pengembang mana yang kompeten untuk bisa dijaminkan oleh bank.
Pengembang dikorbankan?
Ketua Umum Perkumpulan Pengembang Sukses Bersama (PERPESMA) Joe Rizal Poerwanto menilai, standarisasi itu bagus. Sebab, tujuannya untuk melindungi konsumen.
Hanya saat ini, menurut dia, masalahnya masih ada beberapa kendala yang membuat pengembang kesulitan dalam menjalankan bisnisnya, dan membuat keuntungan developer berkurang.
"Antara pemerintah pusat dan daerah sering tidak ketemu peraturannya. Sehingga developer yang dikorbankan. Harus bayar bunga lah setiap bulan. Kalau lama perizinan, banyak uang yang kalah cash flow," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini sudah menerapkan kemudahan perizinan berintegrasi atau one single submission. Namun, lanjut Rizal, sistem itu belum bisa berjalan mulus untuk para pengembang di tanah air.
Sebab, untuk membuat Izin membangun usaha (IMB), pelaku bisnis harus langsung mengurus di pemerintah daerah. "Jadi, harapannya antara pusat dan pemda sinkron peraturannya," katanya.
Meski demikian, Joe menyampaikan kepada masyarakat, memang untuk membeli rumah, khususnya rumah bersubsidi, harus berhati-hati. Kata dia, harus benar-benar mengenali reputasi pengembangnya seperti apa.
Harus melakukan chek dan re-check melalui berbagai sumber, seperti lewat internet, orang yang telah berpengalaman membeli rumah, dan sebagainya. "Karena, kalau bertanya ke developer, biasanya yang bagus-bagus aja ceritanya," ujar Joe Rizal.