Pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan menerapkan program Makan Bergizi Gratis, termasuk susu secara bertahap mulai Januari 2025, yang menyasar sekitar 20% atau setara dengan 16,58 juta anak sekolah dan pesantren dari total target 82,9 juta penerima.
Kebijakan bagi-bagi susu ini terkendala pasokan susu. Saat ini saja produksi susu dalam negeri hanya setara 20% dari total kebutuhan, sehingga sekitar 80% masih mengandalkan impor. Dus, impor susu terancam membengkak.
Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor susu pada Agustus 2024 sudah mencapai US$94,5 juta atau mengalami kenaikan yang cukup signifikan secara tahunan atau year on year (yoy) sebesar 21,12%. Adapun secara bulanan naik 21,19%.
Kegiatan impor ini utamanya berasal dari Selandia Baru, Amerika Serikat (AS), dan juga Australia. Dari ketiganya, hanya Australia yang mencatatkan nilai kontraksi hingga 18,16% yoy.
Secara rinci, impor susu dari tiga negara teratas pemasok susu tersebut ke Indonesia masing-masing senilai US$47,99 juta, US$19,17 juta, dan US$10,94 juta.
“Ini yang saya kawatirkan, impor susu dan bahan pangan akan meningkat dengan program Makan Bergizi Gratis,” kata Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, kepada Alinea.id, Jumat (20/9).
Pengembangan sektor susu
Bila program ini berjalan, ujar Esther, pembelian susu seharusnya dilakukan dari peternak lokal sehingga kesejahteraannya juga terkerek.
Jika produksi dalam negeri belum mencukupi, maka pemerintah perlu mengembangkan breeding alias pembibitan sapi perah. Dengan demikian, jumlah sapi perah Indonesia semakin banyak dan mendorong peningkatan produksi susu segar dari lokal.
“Perlu memberdayakan perusahaan susu lokal agar mau menyerap susu segar dari peternak lokal,” ujarnya.
Ekonom Piter Abdullah mengatakan membengkaknya impor susu menjadi tak terelakkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Apalagi, pemerintah ingin mengurangi stunting. Sementara di sisi lain produksi susu lokal masih sangat rendah.
Kendati demikian, dia optimistis kegiatan ini akan mendorong produktivitas susu lokal karena permintaan semakin tinggi. Tingginya angka impor susu dan sapi diprediksi hanya terjadi pada tahap awal program Makan Bergizi Gratis.
“Yang penting sapi-sapi yang diimpor bisa mendorong peternakan kita, membawa kita swasembada susu. Untuk titik awal kita butuh sekali impor baik sapinya maupun susunya,” katanya kepada Alinea.id, Rabu (18/9).
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) membuka keran impor sapi perah sebanyak 1 juta ekor demi mendukung produksi susu di dalam negeri dan menyukseskan program andalan Prabowo tersebut.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Agung Suganda, mengatakan pemerintah mematok target bisa meningkatkan populasi sapi perah hingga 1 juta ekor pada tahun 2029. Dengan sasaran tersebut, produksi susu nasional diperkirakan mencapai 8,17 juta ton per tahun.
"Jika target ini tercapai, kebutuhan impor susu dapat ditekan hingga hanya 4% dari total permintaan nasional," ujar Agung, disitat dari ditjenpkh.pertanian.go.id.
Kementan, lanjut Agung, telah menyusun peta jalan percepatan pengembangan sektor susu, termasuk uji coba gerakan minum susu gratis di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Uji coba ini melibatkan 36 sekolah dengan total 5.619 siswa dan guru. "Ini adalah langkah awal dari implementasi program makanan bergizi gratis yang akan dilaksanakan secara nasional," jelasnya.
Untuk mendukung pengembangan sektor susu, Kementan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang ingin berinvestasi, mulai dari penyederhanaan perizinan hingga akses lahan dan insentif investasi.
"Kami berharap pelaku usaha dapat berperan aktif dalam pengembangan sektor susu di Indonesia," kata Agung.