Pemerintah kembali merencanakan penghapusan bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau Premium. Namun, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, rencana itu hanya sebuah wacana.
Menurutnya, rencana tersebut sudah sangat lama dan tidak kunjung terealisasi. Jika dirunut, dia menyebut, wacananya sudah sejak 2015.
"Saya punya dugaan kuat wacana penghapusan ini hanya prank saja. Ketika Jokowi bentuk pemerintah lima tahun, pertama bentuk tim reformasi mafia Migas. Salah satu rekomendasinya adalah hapus premium," katanya dalam diskusi Menghapus Premium88: Overnight Policy, Jumat (31/12).
Tulus menyebut, penghapusan Premium sulit dilakukan karena banyak dihalang-halangi oleh mafia dan pemburu rente impor Premium. Para pemburu rente, kata dia, tidak akan merelakan penghapusan Premium.
"Karena akan merugikan kepentingan ekonomi mafia impor, kecuali pemerintah punya nyali yang kuat," ujarnya.
Jika dibenturkan dengan daya beli, menurutnya, penghapusan Premium tidak akan mengganggu inflasi secara signifikan. Pasalnya, jumlah Premium di pasaran sudah kecil.
"Artinya walaupun dihapus tidak akan inflasi mendalam dan tidak ganggu daya beli masyarakat. Kecuali yang dihapus adalah Pertalite," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini konsumen beranggapan jika Premium adalah BBM yang murah. Padahal pandangan tersebut salah, karena Premium lebih boros dibandingkan BBM jenis lain di atasnya.
"Konsumen beli Premium adalah posisi merugi dalam arti BBM lebih boros dibandingkan kalau gunakan minimal Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo," tuturnya.