close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aktivitas pedagang dan konsumen di pasar tradisional sayur dan rempah-rempah, Peunayong, Banda Aceh.  (Antara Foto)
icon caption
Aktivitas pedagang dan konsumen di pasar tradisional sayur dan rempah-rempah, Peunayong, Banda Aceh. (Antara Foto)
Bisnis
Kamis, 17 Januari 2019 07:10

Pengusaha meminta RUU anti monopoli usaha ditinjau ulang

Kalangan pengusaha menilai masih banyak materi RUU yang secara substansi belum memenuhi kondisi riil pelaku usaha.
swipe

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak terburu-buru mengesahkan RUU 5/1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan DPR harus meninjau kembali  poin-poin di dalam RUU. Menurut dia, kalangan pengusaha menilai masih banyak materi RUU yang secara substansi belum memenuhi kondisi riil pelaku usaha dalam meningkatkan perekonomian nasional. 

“RUU-PU sangat diperlukan guna menumbuhkan daya saing ekonomi nasional, tetapi apabila tidak pas justru akan kontra produktif bagi iklim usaha di Indonesia. Sebab kegiatan usaha di Indonesia saat ini sedang proses konsolidasi guna membangun daya saing dan pertumbuhan ekonomi,” kata Sutrisno dalam keterangan resmi, Kamis (17/1).

Sutrisno mengtakan ada beberapa poin yang masih bertentangan dengan iklim usaha. Pertama, penggabungan atau peleburan usaha masih belum jelas, contohnya apakah itu wajib memberitahukan ataukah wajib mendapatkan persetujuan dari KPPU sebelum melakukan penggabungan. 

Sutrisno menilai sanksi  hingga sebesar 25% dari nilai transaksi hanya karena lalai memberitahukan kepada KPPU terlalu besar. Termasuk sanksi publikasi dalam daftar hitam pelaku usaha. Selain itu, pembelian aset oleh satu perusahaan kepada perusahaan lain seharusnya tidak bisa dikategorikan sebagai merger atau akuisisi yang harus dilaporkan kepada KPPU. 

Kedua,  pasal tentang kemitraan akan bersifat kontra produktif bagi upaya mengembangkan kemitraan. Sutrisno menyebut ancaman hukuman yang berat termasuk denda 25% dari nilai transaksi menyebabkan usaha besar enggan untuk bermitra dengan usaha kecil. Dalam hal ini yang dirugikan adalah usaha kecil/menengah karena akan sulit mencari mitra usaha besar. Pasal yang seharusnya di rumuskan justru harus bisa mendorong kemitraan antara usaha besar dengan UKM.

Ketiga, KPPU sebagai lembaga pengawas memiliki kewenangan yang masih terintegrasi di mana KPPU dapat bertindak sebagai pelapor, pemeriksa/penuntut, dan sebagai pemutus (hakim), dan bahkan pada saat keberatan diajukan ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung KPPU berposisi sebagai Pihak. 

“Kadin dan Apindo berpendapat bahwa kewenangan tersebut seharusnya di pisahkan antara sebagai penuntut dan sebagai hakim,” katanya.

Keempat, pengusaha juga keberatan mengenai denda sebesar maksimum 25% dari nilai penjualan. Menurut Sutrisno, ini harus diganti dengan denda berdasarkan illegal profit atau maksimum dua atau tiga kali dari illegal profit.

Selain itu, kata Sutrisno, sanksi rekomendasi pencabutan izin juga harusnya dihapus karena tidak sesuai dengan tujuan hukum persaingan usaha. “Selain itueberatan boleh diajukan jika pelaku usaha membayar 10% dari nilai denda. Hal ini berat bagi Terlapor, karena bisa menyebabkan kegiatan usaha terhenti,” pungkasnya.

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan