Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta pemerintah agar tetap mengizinkan operasional industri manufaktur di tengah-tengah penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya berharap industri manufaktur yang merupakan sektor kritikal dan esensial, serta industri penunjangnya dan industri yang berorientasi ekspor, tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 100% karyawan operasional dan 25% karyawan penunjang operasional. Dengan syarat, lanjutnya, sudah dilakukan vaksinasi dua kali untuk seluruh karyawannya.
"Untuk perhatian khususnya, apabila mereka memiliki komitmen delivery dengan perusahaan lain di lingkup nasional atau negara lain yang secara kontraktual tidak bisa dihindari, untuk menghindari penalti atau sanksi dari pihak pembeli," kata Hariyadi dalam konferensi pers, Rabu (21/7).
Apindo juga meminta perhatian khusus ke perusahaan manufaktur, apabila perusahaan tersebut memiliki kepentingan mempertahankan produk domestik dalam rangka substitusi impor berupa bahan baku dan bahan penolong produksi. Kemudian, perusahaan kepentingan mempertahankan pendapatan karyawan pada industri padat karya, misalnya di sektor tekstil, garmen, dan sepatu. Selanjutnya, perusahaan yang memiliki kepatuhan yang tinggi, dengan setidaknya terdapat audit protokol kesehatan atau oleh pembeli.
"Apabila ada kasus konfirmasi positif, maka evaluasi akan cepat dilakukan dengan menurunkan kapasitas menjadi 50% karyawan operasional dan 10% karyawan penunjang operasional," ujar dia.
Selain itu, Hariyadi juga meminta agar pemerintah mengizinkan industri manufaktur sektor non-esensial serta industri penunjangnya, tetap beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% karyawan operasional dan 10% karyawan penunjang oeprasional, dan tetap mengikuti protokol kesehatan dengan ketat. Izin tersebut diberikan apabila karyawan yang masuk sektor tersebut telah divaksin minimal dua kali dan melaporkan kegiatannya secara berkala ke Kementerian Perindustrian.
Hariyadi juga mengusulkan pemerintah mendesain kebijakan fiskal secara konsolidasi, untuk meningkatkan daya beli masyarakat, baik melalui program proteksi sosial yang dieksekusi dengan cepat, maupun insentif ekonomi untuk dunia usaha yang memadai.
"Jadi insenstifnya itu adalah di dua sisi, sisi demand yaitu masyarakat, dan sisi produsennya, dunia usahanya," ucap dia.
Menurutnya, pemerintah juga perlu mendorong harmonisasi kebijakan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara terpadu dan melakukan komunikasi satu pintu, sehingga menciptakan kepastian dan ketenangan bagi masyarakat. Dia meminta kebijakan ini juga diimplementasikan secara selaras antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah juga perlu mendesain stimulus produktif bagi dunia usaha selain kesehatan dan bantuan sosial. Bagaimanapun, kata dia, pengusaha harus mencicil pinjaman, membayar operasional perusahaan dan gaji pegawai.
Dalam usulan ini, Hariyadi meminta implementasi POJK 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional ebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, agar lebih seragam. Pasalnya di lapangan, banyak lembaga keuangan yang memberikan keringanan yang berbeda-beda untuk penurunan bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, serta konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
Dia juga berharap pengusaha dapat melakukan penyesuaian besaran dan cara pembayaran upah pekerja atau buruh berdasarkan kesepajatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh.
"Jadi intinya, dalam pelaksanaan pengupahan ini juga harus dilihat kondisi perusahaan itu, kemampuannya. Tidak bisa serta merta seluruh kebijakan ketenagakerjaan dilakukan secara kaku yang akan mematikan usaha itu sendiri. Harus ada dialog yang didukung pemerintah supaya tidak terjadi perbedaan persepsi antara perusahaan dan pekerjanya," kata dia.
Pengusaha juga meminta keringanan listrik dan pajak agar mampu bertahan. Menurutnya, sampai saat ini belum ada kejelasan diskon listrik bagi pengusaha, karena sampai saat ini pengusaha masih membayar tarif listrik yang cukup tinggi dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan.
Terakhir, pengusaha meminta percepatan vaksinasi pada daerah-daerah yang merupakan area perindustrian dan perdagangan.
"Karena masalahnya, stok vaksinasi sudah banyak, tapi terkendala anggaran tenaga kesehatan dan sebagainya. Kami harap vaksinasi ini ditentukan sentranya secara permanen, jangan ad hoc," ujar dia.