close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi rokok. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi rokok. Foto Pixabay.
Bisnis
Jumat, 18 September 2020 14:33

Penjualan Sampoerna turun 18,2% akibat tarif cukai dan Covid-19

Badai pandemi Covid-19 turut memperparah kondisi industri.
swipe

Kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) serta pandemi Covid-19 membuat penjualan rokok turun signifikan pada semester I-2020. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) mencatat penjualan turun 18,2% menjadi rata-rata 38,5 miliar batang atau lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 47,1 miliar batang.

"Di tengah tantangan tersebut, Sampoerna menyesuaikan strategi perusahaan untuk mempertahankan daya saing bisnisnya dan menjawab tren yang berubah,” kata Presiden Direktur Sampoerna Mindaugas Trumpaitis dalam video conference public expose, Jumat (18/9).

Mindaugas mengaku tarif cukai yang naik rata-rata sebesar 24% dan kenaikan HJE sebesar 46% memukul penjualan rokok. Ditambah badai pandemi Covid-19 yang turut memperparah kondisi industri sehingga berdampak signifikan pada kinerja perusahaan. 

Pagebluk juga menyebabkan total pangsa pasar perusahaan turun 3,1% menjadi 29,3% sepanjang semester I-2020 lantaran terganggunya produksi dan distribusi rokok.

“Pandemi Covid-19 ini merupakan tantangan yang berdampak langsung, baik pada publik maupun dunia usaha Indonesia," ujar Mindaugas. 

Mindaugas mengakui perusahaan menghadapi tantangan selama masa puncak pandemi, khususnya pada kuartal II-2020. Pada periode April hingga Juni 2020, atau sesaat setelah kasus pertama positif Covid-19 dikonfirmasi di Indonesia, penjualan rokok emiten dengan kode HMSP ini hanya mencapai 18 miliar batang atau mengalami penurunan sebesar 27,8% secara tahunan (yoy), dan turun 12% quartal to quartal (qtq).

Sementara itu, sepanjang semester I-2020, volume industri juga mengalami penurunan sebesar 15%, tidak termasuk dampak dari estimasi pergerakan inventaris perdagangan. Penurunan tersebut secara umum terjadi pada segmen pajak golongan V1 atau produk dengan pajak dan harga yang lebih tinggi. Penyebabnya, daya beli konsumen yang turun pada segmen tersebut. 

Tren penurunan penjualan

Volume penjualan sigarete kretek tangan (SKT) Sampoerna tercatat terus terkoreksi sepanjang tahun 2015-2019. Berdasarkan perhitungan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) 5 tahun, volume penjualan SKT HMSP rata-rata minus 5,4% per tahun dari 23,1 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 18,4 miliar batang rokok pada tahun 2019. 

“Kunci utama untuk melindungi segmen SKT yang padat karya adalah dengan membuat kebijakan cukai yang mendukung daya saingnya dibandingkan rokok mesin, baik SKM maupun SPM, yang jauh lebih sedikit menyerap tenaga kerja. Untuk itu, kami berharap ada keberpihakan bagi segmen SKT dengan tidak menaikkan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) untuk 2021," ujarnya.

Dia mengatakan, kebijakan pemerintah menjadi penting selama berlangsungnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia akibat pandemi Covid-19. Selain sebagai segmen padat karya, keberadaan pabrik SKT juga memiliki multiplier effect yang signifikan di bidang sosial dan ekonomi di wilayah lokasi pabrik.

“Untuk segmen rokok mesin, kami mengusulkan kenaikan pajak yang sesuai dengan inflasi dan kebijakan tarif menurut kategori yang ditetapkan untuk tarif downtrading dari segmen tier V1 pajak tinggi menjadi segmen tier V2 dan V3," tuturnya.

 

 

 

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan