Wakil Ketua Aspikom, Alem Febri Sonni, menyampaikan, perlu citra jenama (brand image) guna menyukseskan pemasaran produk UMKM di lokapasar (marketplace) lantaran dapat menjadi pembeda produk dan bisnis dari kompetitor. Brand image adalah persepsi konsumen tentang merek akibat pesan dan pengalamannya.
"Brand image memudahkan penanganan sebuah produk barang dan jasa. Selain itu, juga memudahkan dalam mengidentifikasi dengan standar mutu tertentu," katanya dalam sebuah lokakarya, Selasa (21/3).
Alem melanjutkan, perlu penentuan posisi (positioning) yang tepat dalam membangun brand image yang positif. Selain itu, dibutuhkan nilai jenama (brand value) yang pas sehingga membentuk brand personality positif di mata konsumen.
"Bangunlah brand image dengan positioning, brand value, dan konsep yang tepat untuk memberikan persepsi yang baik kepada konsumen melalui pesan dan pengalaman yang ditawarkan," ujarnya.
Relawan TIK Bali, Ni Kadek Sintya, menambahkan, perlu juga menjaga keamanan dan kehati-hatian dalam berbisnis di ekosistem niaga-el (e-commerce). Pangkalnya, banyak modus penipuan yang terjadi, seperti harga terlalu murah, identitas penjual tidak jelas, metode pembayaran tidak aman, hingga permintaan data pribadi berlebihan.
"Sebelum memulai bertransaksi, sebaiknya periksa keamanan situs e-commerce tersebut, rating penjualnya, deskripsi produk, dan harga. Ingat, jangan menggunakan fasilitas WiFi publik saat bertransaksi," sarannya.
Para pedagang umumnya kerap mengalami kesulitan dalam membangun brand image di era digital. Bukan hanya tak mengerti teknologi, tetapi kerap menjadikan pola pemasaran konvensional masih jadi patokan dalam berwirausaha.
Misalnya Demosta, jenama fesyen milik Varel di Jakarta. Varel mengaku sempat kebingungan memberikan foto yang ciamik dalam memasarkan produknya. Apalagi, penggunaan foto usang dengan tampilan ala kadarnya sulit menarik perhatian pelanggan.
Kini, usahanya Varel telah berkembang menyusul penjenamaan ulang dari Venezia menjadi Demosta. Apalagi, setelah berdiskusi bersama Jasa Foto Produk Jakarta (JFPJ) mengubah pandangannya dalam memasarkan produknya.
"Kita sudah rebranding jadi Demosta di Shopee sama Tokped (Tokopedia, red) karena di awal kita enggak ada foto katalog khusus atau foto khusus in house. Sangat terbantulah. Kita meskipun rebranding pakai foto katalog yang lama juga masih bagus," katanya, Jumat (17/3).
Persoalan serupa juga sempat dialami pemilik Toko Krisna Wahyu, Bertha. Usahanya di ranah digital mulai menghasilkan cuan seiring adanya beberapa fotonya sudah menjadi katalog.
"Setelah ada foto, sih, produknya jadi bisa lebih menarik karena baju itu harus dipakai dulu baru keliatan bagus. Terus, jualan juga lebih gampang," ungkapnya.
Demikian pula dengan Zizi, pemilik jenama Qasidah. Sebab, sudah sejak lama memasarkan produknya di lokapasar dan berbagai kontennya dibuat JFPJ. "Punya katalog yang menarik banget. Kita bikin reels jadi sangat menarik."
Sementara itu, Henry Siagian dari JFPJ, menyampaikan, JFPJ adalah tim kreatif yang didirikan untuk memudahkan UMKM bermigrasi ke dunia digital dalam memasarkan produknya. Oleh sebab itu, JFPJ memberikan beragam jasa, seperti foto produk, creative thinking, marketing, hingga backend website.
"Yang jadi tantanganya para pedagang UMKM enggak tahu harus mempresentasikan produknya seperti apa ke orang. Padahal, jual offline dan online itu beda," paparnya.