Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada kuartal I-2020 defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia hanya akan tumbuh di bawah 1,5% dari produk domestik bruto (PDB). Jauh dari target BI sebesar 2,5%-3% PDB.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan penyusutan defisit tersebut bukan sinyal yang baik bagi perekonomian.
Dia menjelaskan penyusutan CAD dipengaruhi oleh terkontraksinya nilai impor, sehingga nilai ekspor Indonesia lebih besar dan memicu defisit CAD menyempit.
Menurutnya, turunnya nilai impor pada kuartal I-2020 mengindikasikan produksi sektor riil terganggu. Hal ini disebabkan lebih dari 91% impor Indonesia adalah berupa bahan baku dan barang modal untuk kebutuhan produksi.
"Kalau impor kita turun itu pertanda buruk karena barang yang kita impor itu untuk memproduksi barang yang kemudian juga untuk diekspor juga," katanya dalam video conference, Senin (20/4).
Lebih lanjut, Febrio mengatakan penyempitan CAD tersebut harus diantisipasi. Pasalnya, dengan terganggunya proses produksi sektor riil akan berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
"Memang ini menjadi positif karena tekanan pada CAD menjadi berkurang, tapi ini adalah pertanda buruk pada sektor riil karena sedang mengurangi aktivitas perekonomian yang akan diterjemahkan pada pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat," ucapnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan kuartal I-2020 mengalami surplus sebesar US$2,62 miliar.
Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan impor pada kuartal I-2020 yang lebih rendah dari pertumbuhan ekspor, yaitu sebesar US$39,17 miliar. Sedangkan ekspor nasional, tumbuh sebesar US$41,79 miliar.