Tabungan Amrin, 23 tahun, dari hasil kerja melakukan survei opini publik sudah habis terkuras untuk biaya keperluan sehari-hari dan ongkos mondar-mandir mencari pekerjaan tetap. Akhirnya, dia memutuskan melakukan transaksi pinjaman online (pinjol). Dia mengambil keputusan itu setelah mendapat saran dari kawannya.
“Ya sudah, (pinjam) karena kepepet,” ucap Amrin kepada Alinea.id, belum lama ini.
Warga Ciledug, Tangerang, Banten itu mengaku meminjam melalui aplikasi pinjol sebesar Rp2 juta. Namun, dia mengakui, belum tahu kapan akan melunasi pinjaman itu karena pekerjaan belum juga didapat.
Sementara Kholik, 26 tahun, mengatakan meminjam uang di aplikasi pinjol karena sudah lama menganggur. Dia belum mendapat pekerjaan tetap sejak 2023.
Usai diberhentikan bekerja dari pabrik kabel, Kholik mencoba peruntungan menjadi pengemudi ojek daring. Namun, dia mengaku sering boncos.
“Karena pendapatan enggak sebanding, terus motor saya sering ada gangguan. Jadi, saya berhenti,” ucap Kholik, beberapa waktu lalu.
Kholik mengaku meminjam utang dari pinjol untuk pegangan ongkos mencari pekerjaan. “Karena mau ke mana-mana bingung kalau enggak pegang uang,” tutur Kholik.
Perilaku utang melalui pinjol memang menjadi pilihan kalangan generasi Z dan milenial. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman dalam konferensi pers hasil rapat dewan komisioner OJK bulan Agustus 2024 di Jakarta, Jumat (6/9) menyebut, tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban di atas 90 hari (TWP90) untuk generasi Z dan milenial yang berusia 19 tahun hingga 34 tahun adalah 37,17% pada Juli 2024.
Kalangan generasi Z dan milenial yang senang berutang melalui pinjol tidak bisa lepas dari karakter mereka yang adaptif terhadap teknologi. Nyatanya, sejak 2019 frekuensi orang pergi ke kantor cabang bank dan anjungan tunai mandiri (ATM) menurun tajam karena tidak lagi menjadi pilihan utama transaksi generasi Z dan milenial.
“Kantor cabang bank banyak yang tidak beroperasi lagi. Sekarang fungsinya sudah bisa digantikan dengan gadget,” ujar Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda kepada Alinea.id, Jumat (6/9).
“Termasuk dalam hal pinjaman atau pembiayaan. Maka tak heran gen Z dan milenial banyak yang melakukan pinjaman secara daring.”
Nailul memandang, lonjakan generasi Z dan milenial yang berutang melalui pinjol juga terjadi karena terdapat credit gap atau kesenjangan kredit antara permintaan dan penawaran kredit. Bisa pula karena kondisi perbankan yang tak mampu memenuhi permintaan kredit, terutama bagi pihak calon peminjam yang tidak memiliki rekening bank. Kalangan generasi Z dan milenial pun dikenal tidak memiliki catatan keuangan yang baik.
“Perbankan sangat hati-hati dalam menyalurkan pinjaman. Maka permintaan pinjaman akan lari ke pinjaman daring yang menawarkan bukan hanya administrasi yang mudah, tapi kecepatan pencairan.”
Sementara itu, sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menilai, generasi Z dan milenial yang doyan melakukan pinjaman lewat pinjol dan tak mampu membayar sesuai tenggat alias kredit macet dipicu karena angka pengangguran yang semakin tinggi. Kurangnya lapangan kerja, membuat generasi Z dan milenial ambil jalan pintas melakukan pinjaman di aplikasi pinjol.
“Inilah penyebab utama ‘ramainya’ tren generasi Z dan milenial melakukan pinjaman online,” ucap Nia, Sabtu (7/9).
Kondisi ini diperburuk dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang juga naik. Akhirnya, mereka yang terkena PHK dan tak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya, nekat meminjam uang di pinjol.
Berbeda dengan Nia, Nailul justru tak sepakat bila faktor pengangguran dan PHK menjadi biang kerok generasi Z dan milenial pinjam uang di pinjol. Sebab, gejala meningkatnya transaksi di pinjol pada kalangan generasi Z dan milenial sudah terjadi sejak 2019. Hanya saja, faktor pengangguran menambah semakin buruk gagal bayar.
“Jadi, kalau habit meminjam via pinjaman daring, mereka sudah cukup lama,” tutur Nailul.