Perkembangan industri nasional akan diarahkan untuk memecahkan tiga masalah utama. Yaitu, stagnasi produktivitas tenaga kerja industri, daya saing industri nasional dan ekspor produk manfaktur Indonesia yang didominasi produk teknologi rendah
Kepala Bappenas, Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan, data IMF menunjukkan produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan selama lebih dari satu dekade terakhir. Sementara China dan India mengalami kenaikan pesat.
Masalah utama industri lainnya, mengenai daya saing industri nasional. Dimana kenaikan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Indonesia menggambarkan penggunaan kapital yang melemah. Salah satunya dikarenakan belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan dan akses keuangan yang terbatas bagi masyarakat.
Kemudian, mengenai ekspor produk manfaktur Indonesia yang didominasi produk teknologi rendah. Rendahnya proporsi ekspor dengan kandungan teknologi tinggi mengindikasikan Indonesia belum berpartisipasi optimal dalam rantai nilai global.
"Saat ini karakteristik produk ekspor Indonesai bersifat homogen, dan kita tertinggal dalam mengembangkan produk baru di di bidang manufaktur," terang Bambang di Jakarta (17/4).
Produk ekspor Indonesia sendiri masih terkonsentrasi pada produk hasil komoditi dan barang pertambangan, seperti batubara, CPO, dan karet, dengan sedikit kontribusi dari ekspor barang permesinan.
Padahal Thailand dan Malaysia memiliki karakteristik produk ekspor yang lebih heterogen. Mereka berada dalam posisi yang lebih baik dalam memenangkan perubahan konsumsi global. Mendorong nilai tambah yang tinggi, serta lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi harga komoditas.
Hal itu diperkuat oleh data Atlas of Economic Complexity yang diterbitkan Harvard University. Data tersebut menyebutkan produk ekspor Indonesia memiliki ragam terbatas. Didominasi produk commodity-based, dan memiliki kaitan yang terbatas (limited forward and backward linkage) dengan sektor-sektor lain. Membuat lndonesia belum mampu menghasilkan produk baru dengan teknologi yang lebih tinggi. "Produk ekspor Indonesia masih terbatas untuk tekstil, hasil perkebunan, dan kayu serta produk kimia," terang Bambang.
Untuk itu, perlu mendorong upaya meningkatkan keragaman dan kompleksitas produk ekspor Indonesia. Agar mampu bersaing di pasar global. Kajian empiris membuktikan tingkat kompleksitas dan keragaman produk ekspor suatu negara memiliki korelasi positif dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2019, pemerintah menargetkan sektor industri nasional tumbuh dalam rentang 5,1-5,6%. Untuk mencapai target tersebut dan mendorong industri nasional ke arah yang lebih maju, pemerintah akan fokus pada beberapa isu strategis. Seperti nilai tambah manufaktur, iklim usaha, produktivitas, kandungan teknologi, dan ekspor produk manufaktur
Rencana kerja yang mendukung pengembangan industri nasional di dalam Prioritas Nasional, antara lain, pengembangan industri berbasis UMKM pertanian, pengembangan industri hulu, industri pendukung, dan perwilayahan industri, peningkatan ekspor manufaktur, pengembangan kompetensi SDM industri melalui pendidikan vokasi, serta peningkatan penelitian dan pengembangan industri.
"Khusus kegiatan penelitan dan pengembangan industri, pemerintah saat ini sedang menyiapkan skema insentif investasi industri, salah satunya adalah insentif pengurangan pajak melalui fasilitas tax holiday, tax allowance, dan import duty," ujar Bambang.