Menteri Koordinator Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Teten Masduki menyampaikan, selama periode tujuh tahun ke belakang, Kredit Usaha Rakyat (KUR) terus mengalami pertumbuhan yang telah membiayai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang totalnya telah mencapai Rp1.300 triliun.
Dana KUR di 2022 disebutkan Teten sebesar Rp373 triliun, dan akan ditambah di 2023 menjadi Rp460 triliun. Meski demikian, KUR belum tersalurkan secara merata kepada UMKM karena masih banyak pelaku UMKM yang belum ”unbankable”.
“Padahal sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di 2024 porsi kredit perbankan diharapkan mencapai 30% atau sekitar Rp1800 triliun. Tetapi saat ini baru 20% atau sekitar Rp1200 triliun,” kata Teten dalam laporannya di acara Penyerahan KUR Klaster bersama Presiden Jokowi di Istana, Senin (19/12).
Untuk mencapai target presiden, maka menurut Teten diperlukan upaya percepatan dan perluasan penyaluran KUR melalui skema klaster. Ini dinilai penting lantaran bisa menjadi akses penyaluran kredit bagi pelaku ekonomi kerakyatan.
“Hingga saat ini KUR klaster terealisasi Rp4,8 triliun atau 96,7% dari ekspektasi kredit Rp4,9 triliun kepada sekitar 1,39 juta debitur,” tambah Teten.
Hingga 15 Desember 2022, jumlah klaster yang mengakses KUR klaster mencapai 14.888 klaster. KUR klaster ini merupakan salah satu strategi UMKM naik kelas, yakni dengan skema konsolidasi UMKM mikro melalui offtaker dan aggregator.
Adapun beberapa kelebihan KUR klaster disampaikan Teten antara lain, memberikan peluang pembiayaan kepada kelompok usaha dengan plafon hingga Rp500 juta per pelaku usaha, pembiayaan diberikan pada UMKM secara berkelompok yang terintegrasi dari hulu ke hilir dan terhubung dengan offtaker, sehingga mengurangi kredit macet dan memudahkan perbankan untuk melakukan monitoring.
“KUR klaster juga memperkuat kemitraan UMKM dengan usaha besar, menempatkan UMKM sebagai rantai pasok industri, sehingga bisa meningkatkan kemampuan manajemen usaha, kualitas produksi, dan menjadikan UMKM naik kelas,” ujarnya.
Teten juga mengungkapkan, sampai saat ini baru ada 7% UMKM yang telah terhubung dengan rantai pasok industri di Indonesia, dan baru 4% yang terhubung ke global value chain, sedangkan di Vietnam telah mencapai 26%.
Lebih lanjut, Teten mengakui pihaknya saat ini tengah melakukan pilot project untuk KUR klaster berbasis koperasi yang menyinergikan KUR dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) untuk koperasi.
“Peran koperasi sebagai aggregator dan offtaker dengan dukungan pembiayaan 6%, lebih meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha mikro dan kecil, karena bisa mengkonsolidasi usahamikro guna mencapai skala ekonomi,” ujar Teten.
Sistem koperasi tersebut juga dianggap bisa menggantikan para tengkulak dan memotong rantai perdagangan, sekaligus menjamin suplai yang lebih baik ke pasar.
Teten juga menambahkan, terobosan penyaluran KUR melalui pemanfaatan teknologi digital seperti analisa kelayakan kredit dengan sistem kredit skoring perlu dilakukan para perbankan terutama bank penyalur dan pelaksana KUR.
“Ini bisa menjadi solusi bagi usahamikro dan kecil yang terkendala masalah agunan dan pinjaman. Di sisi lain, kami juga mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan aplikasi digital dalam pencatatan keuangan mereka,” tutup Teten.