close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi perguruan tinggi. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi perguruan tinggi. Foto Freepik.
Bisnis
Minggu, 15 Desember 2024 19:29

Perlunya pembiayaan pendidikan tinggi di luar APBN

Pentingnya skema ekonomi dan pendanaan yang efektif untuk membiayai pengembangan perguruan tinggi.
swipe

Meningkatkan kualitas dan kapasitas ekosistem perguruan tinggi di Indonesia menjadi salah satu fokus yang disorot dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie mengatakan pentingnya skema ekonomi dan pendanaan yang efektif untuk membiayai pengembangan perguruan tinggi, diharapkan dapat berkontribusi dalam mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan global.

Menurutnya, pembiayaan perguruan tinggi yang berkualitas tidak dapat sepenuhnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Bagaimana skema ekonominya, apakah itu 80% dari pemerintah? Apakah itu dari hasil riset yang dilakukan? Atau apakah itu melibatkan sektor swasta? Jawabannya harus di luar tambahan dana APBN," ujar Stella, belum lama ini.

Indonesia yang diproyeksikan menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada tahun 2045, memerlukan strategi pembiayaan inovatif untuk mendukung ekosistem pendidikan tinggi sehingga mampu bersaing di level global. 

Yorga, akademisi Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (STB) bilang ekosistem perguruan tinggi yang kuat harus didukung oleh sistem pendanaan yang berkelanjutan dan inovatif. Selain APBN, skema pendanaan yang melibatkan sektor swasta, kerja sama internasional, dan model pembiayaan berbasis hasil riset perlu dipertimbangkan. Salah satu model yang bisa diterapkan adalah kolaborasi antara universitas dan industri dalam bentuk riset terapan yang dapat langsung dimanfaatkan oleh sektor swasta.

Sektor pendidikan tinggi di Indonesia disebut memerlukan peran negara yang lebih besar untuk menentukan sektor riset yang menjadi prioritas.

"Selama ini, perguruan tinggi cenderung mengajukan proposal riset berdasarkan minat masing-masing, sementara industri lebih berorientasi pada profit. Negara harus hadir sebagai pemimpin yang mengarahkan riset ke sektor-sektor yang paling mendesak dan strategis," ujar Yorga.

Menurutnya, pembiayaan riset tetap harus melibatkan APBN, karena tanpa dukungan dana yang cukup dari pemerintah, perguruan tinggi akan kesulitan untuk menghasilkan riset yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat internasional. "Berikan dana kepada kami, universitas, dan kami akan menaklukkan dunia dengan riset berkualitas," kata Yorga.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jossy Prananta Moeis, mengatakan riset yang difokuskan pada kemanusiaan dan pembangunan manusia harus menjadi prioritas. "Pengeluaran riset bisa menjadi investasi yang berharga jika memiliki dampak positif bagi kemanusiaan. Pembangunan yang sejati adalah pembangunan manusia, yang tidak hanya melibatkan pencapaian ekonomi, tetapi juga nilai-nilai seperti integritas dan kemandirian," ujar Jossy.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan