Pertamina dan Eni, perusahaan migas asal Italia menandatangani 3 kesepakatan pengolahan minyak.
Dua kesepakatan terkait dengan pengembangan Green Refinery di Indonesia serta Term Sheet CPO processing di Itali. Sementara satu kesepakatan lainnya terkait circular economy, low carbon products dan renewable energy.
“Kesepakatan ini merupakan lanjutan dari nota kesepahaman kerjasama yang telah ditandatangani Pertamina dengan Eni pada September 2018 serta penandatangan kesepakatan lanjutan pada Desember 2018,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan resmi, Kamis (31/1).
Kesepakatan ditandatangani Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan CEO Eni Claudio Descalzi dengan disaksikan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Direktur Pengolahan Pertamina, Budi Santoso Syarif menyatakan penandatanganan Term Sheet CPO Processing dan Head of Joint Venture antara Pertamina dan ENI adalah tonggak penting bagi pengembangan energi masa depan Indonesia yang akan mengurangi penggunaan energi fosil.
Kerja sama untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam terbarukan dalam negeri ini juga sekaligus merupakan upaya Pertamina untuk mengurangi impor minyak mentah demi kemandirian energi nasional.
“Indonesia memiliki sumber green energy yakni minyak kelapa sawit yang melimpah. Ini bisa menjadi potensi besar bagi Indonesia ke depannya,” ujar Budi.
Lebih lanjut, Pertamina juga akan terus memaksimalkan sumber daya terbarukan lainnya seperti pemanfaatan Algae untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat, baik secara domestik maupun global serta pengendalian emisi CO2.
CPO Processing Agreement ini juga mengawali langkah Pertamina untuk melakukan Processing CPO di kilang Eni di Itali yang sudah berpengalaman sejak tahun 2014 untuk menghasilkan HVO (Hydrotreated Vegetable Oil). HVO ini bisa digunakan sebagai campuran Diesel Fuel.
Pertamina dan ENI juga akan melanjutkan diskusi tentang potensi pembangunan green refinery di Indonesia untuk memproduksi HVO di Indonesia.
Pertamina saat ini juga telah berhasil mengolah CPO dengan co-processing di refinery dengan pilot project di Kilang Plaju, Sumatera Selatan yang beroperasi pada Desember 2018.
“Kilang ini menghasilkan green fuel, green LPG dan green avtur dengan pemanfaatan CPO hingga 7,5%,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan Pertamina perlu melakukan kerja sama dengan perusahaan migas dunia yang sudah berpengalaman dalam pengembangan green energy untuk memproses CPO 100% menjadi green diesel maupun green avtur. Hal inilah yang melandasi kerjasama antara Pertamina dengan Eni.
Eni memiliki keahlian di bidang teknologi Biorefineries di Italia dan bersama UOP memili linsensi teknologi Ecofining™.
Green diesel
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan green diesel ditargetkan sudah bisa berjalan dalam jangka waktu dua tahun mendatang atau bahkan diharapkan bisa secepatnya.
"Kita mulai dengan (produksi) dengan dua sampai tiga juta ton, bertahap ke atas. Ini akan berdampak besar terhadap petani, khususnya crude palm oil (kelapa sawit) kita," ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, produk yang dihasilkan dari green diesel ini nantinya berupa bensin (biodiesel) dan avtur. Dia berharap realisasinya bisa dengan cepat terlaksana.
Namun demikian, Luhut mengatakan penggunaan green biodiesel untuk sektor penerbangan masih harus dikaji lebih dalam.
"Penerbangan itu yang harus lebih hati-hati. Kalau dengan bensin, green diesel itu tidak masalah," ungkapnya.
Sebenarnya, Indonesia sudah menerapkan program mandatori biodiesel 20% dan 80% Solar (B20). Biodiesel tersebut dicampur dengan Solar di terminal bahan bakar minyak (TBBM), bukan di kilang minyak.