PT Pertamina (Persero) menyiapkan anggaran sekitar US$2 miliar (setara Rp27 triliun) dalam enam hingga tujuh tahun ke depan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geotermal.
Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury menuturkan investasi ini juga merupakan komitmen perseroan untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sekaligus mendukung program bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025.
"Komitmen kami dalam enam hingga tujuh tahun ke depan kami siapkan US$2 miliar untuk mengembangkan geotermal," katanya di Jakarta, Kamis (7/11).
Pahala mengakui, besaran komitmen pengembangan geotermal itu memang masih kecil dibanding dengan investasi total sekitar US$80 miliar yang akan digunakan untuk pengembangan bisnis Pertamina.
"Memang dengan kondisi yang ada, regulasi yang ada, dan off take contract'(kontrak pembelian) yang ada belum memungkinkan bagi kami untuk mengembangkan lebih dari itu," ujarnya.
Apalagi, kata dia, mandat yang diberikan ke Pertamina terkait pengelolaan energi nasional sesuai UU Energi Nomor 30 Tahun 2007 adalah availability (ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), affordability (keterjangkauan), acceptability (penerimaan) dan sustainaibility (keberlanjutan) bahan bakar.
Namun, Pahala menambahkan, pihaknya membuka peluang peningkatan pengembangan EBT melalui kemitraan dengan mitra strategis. Misalnya, kemitraan dengan PT PLN (Persero) untuk memproduksi listrik dan uap melalui aset geotermal yang Pertamina miliki.
Pertamina hingga 2020 memiliki 670 Giga Watt kapasitas terpasang bersumber dari geotermal. Pada 2026, perseroan menargetkan untuk meningkatkan kapasitasnya hingga menjadi 1.100 GW.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan dari segi potensi, Indonesia telah memiliki 400 GW potensi listrik yang dihasilkan dari sumber EBT. Namun, pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia baru menginjak pada angka 8 persen atau sekitar 32 GW. (Ant)