close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyalahkan kondisi global yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan kurs rupiah meleset dari target. / Antara Foto
icon caption
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyalahkan kondisi global yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan kurs rupiah meleset dari target. / Antara Foto
Bisnis
Rabu, 02 Januari 2019 21:47

Pertumbuhan ekonomi 2018 meleset, Menkeu salahkan global

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyalahkan kondisi global yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan kurs rupiah meleset dari target.
swipe

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyalahkan kondisi global yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan kurs rupiah meleset dari target.

Sri Mulyani Indrawati memproyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2018 mencapai 5,15%. Capaian itu jauh lebih rendah dari target dalam APBN 2018 sebesar 5,4%.

Kendati demikian, Menkeu beralibi pertumbuhan ekonomi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya sebesar 5,07%.

Menurut Menteri Terbaik Dunia dalam ajang World Goverment Summit itu, pertumbuhan ekonomi yang tidak melampaui target salah satunya lantaran adanya faktor eksternal.  

"Karena kita perkirakan seluruh respons policy dari gejolak mulai terasa pada kuartal akhir. Namun tetap angkanya terjaga di atas 5,15% atau kalau dibulatkan jadi 5,2%. Didukung konsumsi pemerintah dan investasi. Namun ketidakpastian global yang meningkat terpengaruh ke permintaan ekonomi secara global," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers Realisasi APBN 2018 di kantornya, Rabu (2/1). 

Menkeu Terbaik di Asia Pasifik Tahun 2018 versi majalah keuangan FinanceAsia ini memang mengakui sebagai tahun yang tidak mudah bagi Indonesia. Sejumlah asumsi makro ekonomi meleset dari perkiraan.

Rinciannya, tingkat bunga surat perbendaharaan negara (SPN) tiga bulan hanya mencapai 4,95%. Realisasi SPN tiga bulan itu lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 5,2%.

Pun begitu dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang jauh dari proyeksi. Kurs rupiah diperkirakan hanya akan menyentuh Rp13.400 per dollar AS dalam APBN 2018, melambung hingga Rp14.247 per dollar AS.

"Sama seperti yang terjadi di berbagai negara akibat normalisasi dan kenaikan suku bunga The Fed. Depresiasi sampai 31 Desember 2018 adalah 6,89%. Namun kita menunjukkan bahwa Indonesia tidak out layer (jauh dari depresiasi negara lain), bahkan di antara negara G20 yang mengalami tekanan cukup besar," kilahnya. 

Setali tiga uang, harga minyak mentah juga jauh dari asumsi APBN 2018. Target harga minyak sebesar US$48 per barel harus melonjak pada kenyataannya menjadi US$67,5 per barel.

Kondisi demikian, sambungnya, membuat belanja pemerintah membengkak demi menambal subsidi. Nilainya mencapai Rp216,8 triliun atau melonjak 138,8% dari target APBN 2018 senilai Rp156,2 triliun.

Pembengkakan nilai subsidi, kata dia, terdiri dari energi Rp153,5 triliun atau mengalami pembengkakan 162,4% dari APBN Rp94,5 triliun. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) senilai Rp97 triliun (207%) dan listrik Rp56,5 triliun (118,6%).

Adapun, untuk subsidi non energi mencapai Rp63,3 triliun. Pembengkakan mencapai 102,5% dari APBN 2018 Rp61,7 triliun.

"Subsidi kita terbelanjakan Rp216,8 triliun, lebih tinggi dari APBN 2018. Karena ada perubahan policy subsidi energi terutama BBM per liter dari Rp500 jadi Rp2.000 per liter saat harga minyak tinggi. Meskipun akhir tahun sudah mengalami penurunan," ujar Menkeu. 

Kondisi tak berbeda terjadi pada lifting minyak dan gas yang juga turut meleset. Lifting minyak terealisasi mencapai 776.000 per barel, meleset dari target APBN sebesar 800.000 per barel. 

Demikian pula dengan lifting gas. Target lifting gas dalam APBN mencapai 1,2 juta barel oil equivalent per day (BOEPD), meleset menjadi 1,14 juta BOEPD. 

Inflasi gemilang

Dari sejumlah asumsi makro yang ditargetkan, hanya inflasi yang mampu mencapai target. Bahkan, angka inflasi melampui target dalam APBN.

Realisasi angka inflasi mencapai 3,13% sepanjang 2018. Padahal, target angka inflasi dalam APBN mencapai 3,5%.

Mantan Managing Director Bank Dunia itu menyebut masih ada sejumlah faktor penggerak ekonomi global dan risiko yang masih perlu diwaspadai pada 2019. 

Di antaranya normalisasi kebijakan moneter AS, lanjutan perang dagang AS-China, moderasi China, fluktuasi harga komoditas, dan isu geopolitik dan keamanan, termasuk Brexit dan konflik Timur Tengah. 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Refleksi akhir tahun. Seluruh jajaran Kemenkeu yang saya cintai dan banggakan, tahun 2018 baru saja kita lalui. Alhamdulillah, tugas pengelolaan APBN dan Keuangan Negara telah kita tunaikan dengan baik. Tahun 2018 bukanlah tahun yang mudah : ekonomi global, harga komoditas, arus modal dan nilai tukar bergejolak tinggi, suku bunga global dan dalam negeri mengalami kenaikan; perdagangan global masih lesu dan tidak menentu, dan ancaman kejahatan perpajakan, penyelundupan narkoba, dan perdagangan illegal terus mengancam. Bencana alam menimpa di beberapa daerah dan Kemenkeu juga mengalami musibah tewasnya 21 jajaran Kemenkeu dalam kecelakaan pesawat. Semua itu dapat menjadi alasan kita untuk patah semangat. Namun kita dan Indonesia tidak pernah menyerah! Indonesia bahkan menjadi tuan rumah event internasional bergengsi : Asian Games dan Para Games, dan Pertemuan Tahunan IMF/World Bank yang semuanya berjalan dan berhasil sukses. Dunia menghargai dan menghormati Indonesia. APBN 2018 kita tutup dengan capaian sangat baik. (1) Penerimaan negara baik pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak tumbuh tinggi dan sehat, terimakasih pada seluruh jajaran yang mengelola penerimaan negara. (2) Belanja negara juga terealisir dengan baik, di pusat maupun daerah. (3) Pembiayaan mengalami kontraksi, dengan defisit APBN sebesar 1.72% dari PDB, jauh lebih rendah dari angka UU APBN 2018 sebesar 2,19%. Ini adalah defisit terkecil sejak 2012. (4) Keseimbangan primer adalah sebesar Rp 4,1 Triliun, ini surplus keseimbangan primer sejak 2011. Prestasi..!! Kita akan terus menjaga APBN dan Keuangan Negara secara profesional, hati-hati dan bertanggung jawab. Kita terus melakukan pembiayaan yang inovatif baik melalui kerja sama pemerintah dan Badan Usaha/ Swasta maupun dengan "Blended Finance". Agar Partisipasi swasta dan masyarakat terus meningkat, sehingga mereka ikut memiliki proses dan proyek pembangunan.l ..... ..... ..:... Selengkapnya ada pada akun FaceBook saya di: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2392045844202737&id=12364963897576947

A post shared by Sri Mulyani Indrawati (@smindrawati) on

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan